Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI), adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal
50 ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah
untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan
akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.
Sekolah-sekolah
RSBI biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan
mendatangkan tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada
akhir tahun pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi
tes tambahan berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.
Mahkamah
Konstitusi membuat putusan mengejutkan perihal Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan
membatalkan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang mengatur RSBI dan SBI. Mahkamah Konstitusi
menyimpulkan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.
Mahkamah
Konstitusi (MK) memutuskan penghapusan RSBI/SBI (08/01/2013). Putusan MK ini
memenangkan gugatan yang telah diajukan Desember 2011 lalu.
Mengapa RSBI/SBI
dihapuskan?
MK
beranggapan bahwa RSBI/SBI telah menimbulkan diskriminasi pendidikan. RSBI/SBI
juga melanggar konstitusi yang ada dimana harus ada kesetaraan pendidikan untuk
seluruh bangsa. Selain adanya kesenjangan untuk menikmati pendidikan, RSBI/SBI
dipandang terlalu mahal dari segi ekonomi sehingga RSBI/SBI dianggap sebagai
sekolah untuk orang kaya.
Gubernur
DKI Jakarta, Joko Widodo mengaku setuju dengan dihapuskannya sistem Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI). Mantan Walikota Solo menyebutkan bahwa, tanpa sekolah dengan taraf
internasional pun, Indonesia terutama Jakarta mampu mencetak siswa-siswa yang
berprestasi. Untuk itu, Jokowi menambahkan, pihak pemerintah provinsi DKI
Jakarta akan melakukan pembenahan dalam sumber daya guru dan sarana serta
prasarana pendidikan. Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional
di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menilai RSBI
menimbulkan dualisme pendidikan.
Sementara
itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meyakini bahwa keberadaan
RSBI ini dinilai dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, bahkan menjadi
ujung tombak peningkatan mutu sekolah Indonesia. Lalu benarkah RSBI telah
menaikkan mutu pendidikan Indonesia tanpa mendiskriminasi siswa miskin?
Sehingga keberadaan RSBI/SBI merupakan bentuk kebijakan diskriminatif dari
Negara yang dilegalkan melalui Undang-undang. Kebijakan diskriminatif tersebut
selanjutnya dilakukan Kemendiknas dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang
signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sejak awal memang sekolah
unggulan, ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah
terbelakang.
Keberadaan
RSBI bisa menimbulkan disparitas yang sangat mencolok antara siswa dari
keluarga mampu dan tidak mampu sebab yang kemudian mengenyam pendidikan RSBI
dari kalangan berada. “Memang ada ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20
persen yang disediakan RSBI bagi siswa kurang mampu selama ini tak pernah
terpenuhi sebab anak dari keluarga tidak mampu secara psikologis akan berpikir
ulang untuk masuk ke RSBI. Anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar menilai
persoalan ini sesuatu yang menarik. Dia tidak menafikkan diperlukannya sekolah
unggul. Namun yang harus dijaga adalah kesempatan dan pemerataan untuk dapat
sekolah di sekolah unggul bisa diperoleh seluruh anak bangsa.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar