Kamis, 24 Januari 2013

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)



Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.
Sekolah-sekolah RSBI biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan mendatangkan tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada akhir tahun pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi tes tambahan berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.
Mahkamah Konstitusi membuat putusan mengejutkan perihal Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan membatalkan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur RSBI dan SBI. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penghapusan RSBI/SBI (08/01/2013). Putusan MK ini memenangkan gugatan yang telah diajukan Desember 2011 lalu.
Mengapa RSBI/SBI dihapuskan?
MK beranggapan bahwa RSBI/SBI telah menimbulkan diskriminasi pendidikan. RSBI/SBI juga melanggar konstitusi yang ada dimana harus ada kesetaraan pendidikan untuk seluruh bangsa. Selain adanya kesenjangan untuk menikmati pendidikan, RSBI/SBI dipandang terlalu mahal dari segi ekonomi sehingga RSBI/SBI dianggap sebagai sekolah untuk orang kaya.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengaku setuju dengan dihapuskannya sistem Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Mantan Walikota Solo menyebutkan bahwa, tanpa sekolah dengan taraf internasional pun, Indonesia terutama Jakarta mampu mencetak siswa-siswa yang berprestasi. Untuk itu, Jokowi menambahkan, pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta akan melakukan pembenahan dalam sumber daya guru dan sarana serta prasarana pendidikan. Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menilai RSBI menimbulkan dualisme pendidikan.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meyakini bahwa keberadaan RSBI ini dinilai dapat meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, bahkan menjadi ujung tombak peningkatan mutu sekolah Indonesia. Lalu benarkah RSBI telah menaikkan mutu pendidikan Indonesia tanpa mendiskriminasi siswa miskin? Sehingga keberadaan RSBI/SBI merupakan bentuk kebijakan diskriminatif dari Negara yang dilegalkan melalui Undang-undang. Kebijakan diskriminatif tersebut selanjutnya dilakukan Kemendiknas dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sejak awal memang sekolah unggulan, ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.
Keberadaan RSBI bisa menimbulkan disparitas yang sangat mencolok antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu sebab yang kemudian mengenyam pendidikan RSBI dari kalangan berada. “Memang ada ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20 persen yang disediakan RSBI bagi siswa kurang mampu selama ini tak pernah terpenuhi sebab anak dari keluarga tidak mampu secara psikologis akan berpikir ulang untuk masuk ke RSBI. Anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar menilai persoalan ini sesuatu yang menarik. Dia tidak menafikkan diperlukannya sekolah unggul. Namun yang harus dijaga adalah kesempatan dan pemerataan untuk dapat sekolah di sekolah unggul bisa diperoleh seluruh anak bangsa.

Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar