Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) adalah lembaga yang dibentuk
Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan
pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan
eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. Dengan didirikannya
lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No
42/2002 tentang BPMIGAS, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak
Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA selanjutnya ditangani
langsung oleh BPMIGAS sebagai wakil pemerintah.
Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) terdiri dari perusahaan luar dan dalam negeri, serta
joint-venture antara perusahaan luar dan dalam negeri. Daftar ini selalu
berkembang, mengikuti dari tender konsesi yang dilakukan oleh BP Migas setiap
tahunnya.
Dalam menjalankan tugas, BPMIGAS memiliki wewenang
sebagai berikut:
- Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS,
- Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS,
- Mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS,
- Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara,
- Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu.
Susunan Organisasi :
- Kepala BPMIGAS : R Priyono
- Wakil Kepala BPMIGAS : Hardiono
- Deputi Perencanaan : Haposan Napitupulu
- Deputi Pengendalian Operasi : Rudi Rubiandini
- Deputi Pengendalian Keuangan : A. Syakhroza
- Deputi Umum : J. Widjonarko
- Deputi Bidang Evaluasi dan Pertimbangan Hukum : Lambok H. Hutauruk
Pembubaran BPMIGAS
Pada tanggal 13
November 2012, Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal yang mengatur tugas dan
fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) yang diatur dalam UU Nomor
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki hukum mengikat.
Putusan MK itu berawal
dari pengajuan Judicial Review oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan
(ormas), di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah
Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam
Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP
Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al
Jamiyatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan
Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. Mereka
menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat
dipengaruhi pihak asing. Para tokoh itu dibantu oleh kuasa hukum Dr Syaiful
Bakhri, Umar Husin, dengan saksi ahli Dr Rizal Ramli, Dr Kurtubi dan
lain-lain.
MK memutuskan pasal
yang mengatur tugas dan fungsi BPMIGAS dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi yaitu Frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal
11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3),
frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal
21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. MK juga menyatakan Pasal 1
angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48
ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemerintah memutuskan
mengeluarkan Perpres No 95/2012 untuk membentuk Satuan Kerja Sementara
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas), sebagai langkah
pasca putusan Mahkamah Konsitusi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar