PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi syarat-syarat untuk
mencapai
gelar setara Sarjana Muda Jurusan Akuntansi
Jenjang Strata Satu
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Disusun Oleh :
Nama : Lita Lestari
NPM : 24210055
Kelas : 4EB10
Jurusan : Akuntansi
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu
bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang
dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Kesejahteraan
penduduk Indonesia dapat dikatakan masih tergolong rendah. Lapangan kerja yang
menjadi wadah bagi penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan pun belum mampu
untuk menampung seluruh angkatan kerja yang ada.
Bank
mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan kemajuan dalam suatu negara. Bank
adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana,
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Hal
tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank yang menerima simpanan dari
masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito berjangka dan memberikan
kredit kepada pihak yang memerlukan dana.
Apabila
fungsi diatas tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka akan menggangu pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Karena peran lembaga keuangan dalam perekonomian
sangatlah dominan. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan
bank dengan fasilitas kreditnya.
Menurut
UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang berdasarkan
persetujuan atau kesapakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit merupakan aktifitas utama
sebuah bank. Kredit modal kerja adalah salah satu kredit yang disalurkan oleh
bank yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Dana pihak ketiga menjadi sumber dana terbesar bank yang dihimpun dari
tabungan, deposito, dan giro. Tingkat suku bunga kredit diberikan oleh bank
kepada pihak peminjam sebagai imbalan atau keuntungan bagi bank. Non performing
loan menggambarkan prosentase kredit yang sulit dalam pembayarannya. Tingkat
inflasi adalah suatu kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Tingkat resiko
kredit menggambarkan resiko ketidakpastian yang akan menimbulkan spekulasi, dan
setiap usaha yang berupa spekulasi akan mengandung resiko yang tinggi karena
segala sesuatunya tidak dapat direncanakan terlebih dahulu dengan baik.
Berdasarkan
penelitian Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007), dan penelitian Mohammad
Hasanudin dan Prihatiningsih (2008), kedua penelitian tersebut menghasilkan
kesimpulan yang sama yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif terhadap
penyaluran kredit, tetapi pada Suku Bunga Kredit kedua penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan yang berbeda yaitu dalam penelitian Muammil Sun’an dan
David Kaluge (2007) suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penyaluran
kredit sedangkan dalam penelitian Mohammad Hasanudin dan Prihatiningsih (2008)
suku bunga kredit berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap
penyaluran kredit. Begitu pula dengan Tingkat Inflasi, kedua penelitian
tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula seperti dalam penelitian
Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007) tingkat inflasi berpengaruh negatif
terhadap penyaluran kredit sedangkan dalam penelitian Mohammad Hasanudin dan
Prihatiningsih (2008) tingkat inflasi berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap penyaluran kredit.
Dari
kedua penelitian tersebut, terdapat perbedaan hasil kesimpulan yang
mempengaruhi penyaluran kredit. Oleh karena itu, dari pertimbangan tersebut
penelitian ini mengambil lima variabel bebas yaitu Dana Pihak Ketiga, Tingkat
Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Resiko
Kredit. Sedangkan variabel terikatnya adalah Penyaluran Kredit Modal Kerja.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan
judul “ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK
KETIGA, TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT, NON PERFORMING LOAN, TINGKAT INFLASI, DAN
TINGKAT RESIKO KREDIT TERHADAP PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Kasus Pada
Bank Persero)”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis membuat suatu
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non performing loan, tingkat
inflasi dan tingkat resiko kredit secara simultan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap penyaluran kredit modal kerja?
2. Dari
faktor-faktor yang diteliti, faktor manakah yang berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap penyaluran kredit modal kerja?
3. Berapa
besar pengaruh koefisien determinasi (Adjusted R2) yang dapat
dijelaskan dari faktor-faktor yang diteliti terhadap penyaluran kredit modal
kerja?
1.3
Batasan
Masalah
Dalam
menentukan hasil yang dituju maka perlu pembatasan dalam hal :
1. Penyaluran
kredit modal kerja sebagai variabel terikat dan yang menjadi variabel bebas
dalam penelitian ini adalah dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non
performing loan, tingkat inflasi, dan tingkat resiko kredit.
2. Untuk
periode yang digunakan penelitian ini dimulai tahun 2005-2012 secara tahunan.
3. Unit
analisis yang digunakan adalah jenis kelompok bank persero yaitu, PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
1.4
Tujuan
Penelitian
Dalam
penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk
mengetahui apakah dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non performing
loan, tingkat inflasi, dan tingkat resiko kredit secara simultan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit modal kerja.
2. Untuk
mengetahui faktor manakah yang mempunyai pengaruh signifikan secara parsial
terhadap penyaluran kredit modal kerja.
3. Untuk
mengetahui besarnya pengaruh koefisien determinasi (Adjusted R2)
yang dapat dijelaskan dari faktor-faktor yang diteliti terhadap penyaluran
kredit modal kerja.
1.5
Manfaat
Penelitian
Manfaat
yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi
dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan literatur akuntansi dan memperkaya referensi bagi pembaca.
2. Bagi
dunia praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan berupa gambaran
historis bagi perbankan untuk pengambilan keputusan dalam penyaluran kredit.
3. Bagi
peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut dengan penyaluran kredit lainnya.
1.6
Metode
Penelitian
1.6.1
Obyek
Penelitian
Obyek
penelitian yang dipergunakan penulis untuk penelitian ini adalah perbankan yang
masuk jenis kelompok bank persero yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
1.6.2
Data
yang Digunakan
Dalam
penulisan ini penulis mendapatkan dan menggunakan data sekunder sebagai berikut
:
1. Ikhtisar
laporan keuangan selama periode 2005-2012 yang telah diaudit berupa dana pihak
ketiga, non performing loan, tingkat resiko kredit, dan penyaluran kredit modal
kerja.
2. Rangkuman
daftar tingkat suku bunga kredit modal kerja periode 2005-2012
3. Rangkuman
data inflasi periode 2005-2012
1.6.3
Metode
Pengumpulan Data
Untuk
mendapatkan data serta informasi yang lengkap, tepat, dan akurat sebagai dasar
dari penulisan ilmiah ini, maka penulis menggunakan dua metode penelitian :
1. Penelitian
Lapangan (Field Research)
Metode yang dipergunakan penulis
dalam mendapatkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia serta website: www.bi.go.id
dan jurnal ekonomi yang terkait dengan bahasan ini.
2. Studi
Pustaka (Library Research)
Melalui metode ini penulis berusaha
mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari buku-buku, literature maupun
bacaan-bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan ilmiah ini, sehingga
diperoleh gambaran tentang data yang berkaitan dengan pembahasan dalam
penulisan ilmiah ini.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian
Bank
Pengertian
bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa bank lainnya. Peranan utama bank sebagai financial intermediate
maupun institute of development, atau memberi tekanan bahwa usaha utama bank
adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank
dan dari segi penyaluran dananya, sehingga bank tidak hanya memperoleh
keuntungan yang besar bagi pemilik tetapi juga lebih diarahkan kepada
peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan komitmen baik setiap
bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.
Sumber
dana bank atau darimana bank mendapatkan dana untuk keperluan operasionalnya
dibedakan menjasi 3 sumber, yaitu:
1. Dana
yang berasal dari modal sendiri
Sumber dana ini sering disebut
sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik
pemegang saham maupun sumber lain.
2. Dana
yang berasal dari pinjaman
Sumber dana ini sering disebut
sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik
pemegang saham maupun sumber lain.
3. Dana
yang berasal dari masyarakat
Sumber dana ini sering disebut
sumber dana pihak ketiga yaitu sumber dana yang berasal dari masyarakat sebagai
nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.
Berdasarkan pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang - Undang No. 7 Tahun 1992 mengenai perbankan,
terdapat dua jenis bank berdasarkan undang-undang, yaitu:
1. Bank
Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk tabungan, deposito, dan giro dalam usahanya terutama dalam memberikan
kredit jangka pendek.
2. Bank
Pengkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2 Kredit
Menurut
UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Secara umum merupakan suatu
pemberian prestasi oleh suatu pihak ke pihak lain dan prestasi itu akan
dikembalikan disuatu masa atau waktu tertentu yang akan disertai bunga. Sebagai
perantara keuangan, bank akan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang
surplus dana dalam berbagai bentuk simpanan. Kemudian bank akan membayar bunga
kepada nasabahnya dan menyalurkan dalam bentuk kredit.
Proses
kredit dilakukan secara hati-hati oleh bank dengan maksud untuk mencapai sasaran
dan tujuan pemberian kredit. Ketika bank menetapkan keputusan pemberian kredit
maka sasaran yang hendak dicapai adalah aman, terarah, dan menghasilkan
pendapatan. Aman dalam arti bahwa bank akan dapat menerima kembali nilai
ekonomi yang telah diserahkan, terarah maksudnya adalah bahwa penggunaan kredit
harus sesuai dengan perencanaan kredit yang telah ditetapkan, dan menghasilkan.
Berarti pemberian kredit tersebut harus memberikan kontribusi pendapatan bagi
bank, perusahaan debitur, dan masyarakat umumnya (Taswan, 2006).
2.2.1
Jenis-jenis
Kredit
Secara
umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (Kasmir,
2006) :
1. Dilihat
dari Segi Kegunaan
a. Kredit
Investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha
atau membangun proyek atau kredit baru dimana pemakaiannya untuk suatu periode
yang relatif lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama
suatu perusahaan.
b. Kredit
Modal Kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja ini diberikan untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan
dengan proses produksi perusahaan. KMK merupakan kredit yang digunakan untuk
mendukung kredit investasi yang sudah ada.
2. Dilihat
dari Segi Tujuan Kredit
a.
Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk
meningkatkan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk
menghasilkan barang atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik
yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan
produk pertanian, kredit pertambangan akan menghasilkan hasil tambang atau
kredit industri akan menghasilkan barang industri.
b.
Kredit Konsumsi
Kredit yang digunakan untuk
dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan
jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai seseorang atau
badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi,
kredit perabotan rumah dan kredit konsumtif lainnya.
c.
Kredit Perdagangan
Kredit yang diberikan kepada
pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti
untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil
penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier
atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh
kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
3. Dilihat
dari Segi Jangka Waktu
a. Kredit
Jangka Pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu
kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan
ayam atau jika untuk pertanian misalnya untuk tanaman padi atau jagung.
b. Kredit
Jangka Menengah
Kredit yang memiliki jangka waktu
berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan
untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti apel
atau peternakan sapi.
c. Kredit
Jangka Panjang
Kredit yang masa pengembaliannya
paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun
atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti
perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif
seperti kredit perumahan.
Dalam prakteknya,
bank dapat pula hanya mengklasifikasikan kredit menjadi hanya jangka panjang
dan jangka pendek. Untuk jangka waktu maksimal 1 tahun dianggap jangka pendek
dan di atas 1 tahun di anggap jangka panjang.
4. Dilihat
dari Segi Jaminan
a. Kredit
dengan Jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu
jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud, tidak berwujud dan
jaminan orang. Artinya setiap kredit yang diberikan akan dilindungi minimal
senilai jaminan atau untuk kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang
diajukan si calon debitur.
b. Kredit
Tanpa Jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan
barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek
usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama
berhubungan dengan bank atau pihak lain.
2.2.2
Prinsip
Pemberian Kredit
Menurut Rachmat Firdaus (2004), bahwa
dalam pemberian kredit dibutuhkan perhitungan-perhitungan yang mendalam yang
meliputi berbagai prinsip, asas, atau persyaratan tertentu meskipun dalam kenyataannya
hal tersebut tidak dapat dengan mudah ditetapkan oleh bank. Terdapat tiga
konsep tentang prinsip-prinsip atau azas dalam pemberian kredit bank secara
sehat, antara lain sebagai berikut :
1. Prinsip-Prinsip 5C
a. Character (watak atau kepribadian)
Character merupakan salah satu
pertimbangan terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. Bank harus yakin
bahwa peminjam mempunyai tingkah laku yang baik dan bersedia melunasi hutangnya
pada waktu yang telah ditentukan. Dan untuk mengetahui watak debitur ini
tidaklah semudah yang dibayangkan, terutama untuk debitur yang baru pertama
kali.
b. Capacity (kemampuan)
Pihak
bank harus mengetahui dengan pasti kemampuan calon debitur dalam menjalankan
usahanya karena menentukan besar kecilnya pendapatan atau penghasilan
perusahaan di masa yang akan datang.
c. Capital (Modal)
Prinsip ini menyangkut berapa banyak dan
bagaimana struktur modal yang dimiliki oleh calon debitur. Yang dimaksud dengan
struktur permodalan di sini adalah tingkat likuiditas modal yang telah ada,
apakah dalam bentuk uang tunai, harta yang mudah diuangkan, atau benda lain
seperti bangunan.
d. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Prinsip
kondisi ekonomi ini terkait dengan sektor usaha calon debitur, apakah terkait
langsung, serta prospek usaha tersebut di masa yang akan datang.
e. Collateral
(Jaminan atau Agunan)
Jaminan
atau agunan merupakan harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat
sebagai agunan andaikata terjadi ketidakmampuan debitur tersebut untuk
menyelesaikan hutangnya sesuai dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini jaminan
tersebut mempunyai dua fungsi yaitu pertama, sebagai pembayaran hutang
seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan menguangkan atau menjual
jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama ialah sebagai
faktor penentu jumlah kredit yang diberikan.
2. Prinsip-prinsip
5P
a. Party
(golongan)
Maksud
dari prinsip ini adalah bank menggolongkan calon debitur ke dalam kelompok
tertentu menurut character, capacity, dan capitalnya.
b. Purpose
(tujuan)
Maksud
dari tujuan di sini adalah tujuan pengamatan kredit yang diajukan, apa tujuan
yang sebenarnya dari kredit tersebut, apakah mempunyai aspek sosial yang
positif dan luas atau tidak. Dan bank masih harus meneliti apakah kredit yang
diberikan digunakan sesuai tujuan semula.
c. Payment
(sumber pembiayaan)
Setelah
mengetahui tujuan utama dari kredit tersebut maka hendaknya diperkirakan dan
dihitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan yang akan dicapai.
Sehingga bank dapat menghitung kemampuan dan kekuatan debitur untuk membayar
kembali kreditnya serta menentukan cara pembayaran dan jangka waktu
pengembaliannya.
d. Profitability
(kemampuan untuk mendapatkan keuntungan)
Keuntungan
di sini maksudnya bukanlah keuntungan yang dicapai oleh debitur semata
melainkan juga kemungkinan keuntungan yang diterima oleh bank jika kredit yang
diberikan terhadap kreditur tertentu dibanding debitur lain atau dibanding
tidak memberikan kredit.
e. Protection
(perlindungan)
Perlindungan
maksudnya adalah untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak terduga maka
untuk melindungi kredit yang diberikan antara lain adalah dengan meminta
jaminan dari krediturnya.
3. Prinsip-Prinsip
3R
a. Return
(hasil yang dicapai) merupakan penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh
perusahaan debitur setelah diberikan, apakah hasil tersebut dapat menutup
pengembalian pinjamannya serta bersamaan dengan itu kemungkinan pula usahanya
dapat berkembang terus atau tidak. Return di sini dapat pula diartikan
keuntungan yang akan diperoleh bank apabila memberikan kredit kepada pemohon.
b. Repayment
(pembayaran kembali) dalam hal ini harus menilai berapa lama perusahaan pemohon
kredit dapat membayar kembali pinjamannya sesuai kemampuan perusahaan serta
cara pembayarannya.
c. Risk
bearing Ability (kemampuan untuk menanggung risiko) dalam hal ini bank harus
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu
menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
2.3
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit
2.3.1
Dana
Pihak Ketiga
Menurut
Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, “dana pihak ketiga
bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk
dalam rupiah dan valuta asing.” Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari
masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran
kredit.
Dana-dana
yang dihimpun dari masyarakat (DPK) ternyata merupakan sumber dana terbesar
yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% - 90% dari seluruh dana
yang dikelola oleh bank) (Dendawijaya, 2005 : 49). Dana pihak ketiga terdiri
atas beberapa jenis, yaitu:
1. Tabungan
(Saving Deposit)
Tabungan
adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat – syarat tertentu. Semua bank diperkenankan untuk mengembangkan
sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa
perlu adanya persetujuan dari bank sentral (bank Indonesia).
2. Deposito
(Time Deposit)
Deposito
atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian. Dilihat dari sudut biaya dana, dana bank yang bersumber dari
simpanan dalam bentuk deposito merupakan dana yang relatif mahal dibandingkan
dengan sumber dana lainnya, misalnya giro atau tabungan (Siamat dalam
Dendawijaya, 2005). Berbeda dengan giro, dana deposito akan mengendap di bank
karena para pemegang (deposan) tertarik dengan tingkat bunga yang ditawarkan
oleh bank dan adanya keyakinan bahwa pada saat jatuh tempo (apabila dia tidak
ingin memperpanjang) dananya dapat ditarik kembali. Terdapat berbagai jenis
deposito, yakni:
a. Deposito
berjangka,
b. Sertifikat
deposito, dan
c. Deposits
on call.
3. Giro
(demand deposit)
Giro
adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan. Dalam pelaksanaan, giro ditatausahakan oleh
bank dalam suatu rekening yang disebut ‘rekening koran’. Jenis rekening giro
ini dapat berupa:
a. Rekening
atas nama perorangan,
b. Rekening
atas nama suatu badan usaha/lembaga, dan
c. Rekening
bersama/gabungan.
2.3.2
Tingkat
Suku Bunga Kredit
Kasmir,
(2008:135) mengatakan bahwa bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang
diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus
dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Suku
bunga merupakan salah satu faktor yang cukup menarik bagi pemilik dana untuk
menyimpan uangnya pada suatu bank. Tingkat suku bunga yang diberikan hendaknya
dapat bersaing dengan tingkat suku bunga yang diberikan bank lain. Tingkat suku
bunga biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dari jumlah yang dipinjamkan
dan dengan dasar tahunan.
Menurut
Kasmir, (2008:136), dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam
bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu:
1. Bunga
Simpanan
Bunga
simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi
nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang
harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan
dan bunga deposito.
2. Bunga
Pinjaman
Bunga
pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus
dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang melakukan
interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan, maupun
pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya
bunga.
Suku bunga ini merupakan rangsangan dari
bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku
bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada
bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu
sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam
menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang
akan mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga
simpanan. Suku bunga pinjaman dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam
dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat bergantung dari jenis kredit yang
diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat
untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah
pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat
yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa yang
akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit
(pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah
besar.
Agar keuntungan yang diperoleh dapat
maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menentukan besar
kecilnya komponen suku bunga. Menurut Kasmir (2008:137-140), faktor-faktor
utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai
berikut:
1. Kebutuhan
Dana
Faktor
kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan, yaitu seberapa besar kebutuhan
dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan
pinjaman meningkat, yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi
adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga
simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya, apabila dana
yang ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit,
maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan beban.
2. Target
Laba yang diinginkan
Faktor
ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan
salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman.
3. Kualitas
Jaminan
Kualitas
jaminan juga diperuntukkan untuk bunga pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah
dicairkan) yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan
sebaliknya.
4. Kebijaksanaan
Pemerintah
Dalam
menentukan baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh
melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
5. Jangka
Waktu
Faktor
jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan
semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko macet
di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya, jika pinjaman berjangka pendek,
bunganya relatif rendah.
6. Reputasi
Perusahaan
Reputasi
perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman.
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan
tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan
yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet di masa mendatang relatif kecil.
7. Produk
yang Kompetitif
Untuk
produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika
dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan produk
yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi sehingga pembayarannya
diharapkan lancar.
8. Hubungan
Baik
Biasanya bunga pinjaman
dikaitkan dengan faktor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam
praktiknya, bank menggolongkan nasabah antara nasabah utama dan nasabah biasa.
Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang
bersangkutan kepada bank. Nasabah yang memiliki hubungan baik dengan bank tentu
penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
9. Persaingan
Dalam
kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana, sementara tingkat persaingan
dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat, maka bank harus bersaing keras
dengan bank lainnya. Untuk bunga pinjaman, harus berada di bawah bunga pesaing
agar dana yang menumpuk dapat tersalurkan, meskipun margin laba mengecil.
10. Jaminan
Pihak Ketiga
Dalam hal ini pihak
yang memberikan jaminan kepada bank untuk menanggung segala risiko yang dibebankan
kepada penerima kredit. Biasanya apabila pihak yang memberikan jaminan
bonafide, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik, maupun loyalitasnya
terhadap bank, bunga yang dibebankan pun juga berbeda. Begitu pun sebaliknya.
2.3.3
Non
Performing Loan (NPL)
Kredit
bermasalah atau non performing loan adalah kredit yang mengalami kesulitan
dalam pelunasan. Menurut Siamat (dalam Hamonangan dan Siregar, 2009), “Non
performing loan atau sering disebut kredit bermasalah dapat diartikan sebagai
pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan
dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur seperti
kondisi ekonomi yang buruk.” Apabila semakin tinggi rasio ini, maka semakin
buruk kualitas kredit bank karena semakin banyak pula jumlah kredit yang
bermasalah. Semakin tinggi jumlah kredit bermasalah juga akan membuat bank
enggan memberikan kredit dalam jumlah besar karena harus membentuk dana
penghapusan atas kredit bermasalah yang besar.
Tingkat
kesehatan bank merupakan hal yang penting yang harus diusahakan oleh manajemen
bank. Pengelola bank diharuskan memantau keadaan kualitas aktiva produktif yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatannya. Penilaian
terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada tingkat kolektibilitas
kreditnya. Penggolongan kolektibilitas aktiva produktif sampai sejauh ini hanya
terbatas pada kredit yang diberikan. Ukuran utamanya adalah ketepatan
pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari
usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan.
Bank
sendiri sudah memiliki kriteria dalam memberi penilaian dan
menggolongkan kemampuan debitur, dalam
mengembalikan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga sesuai dengan jangka
waktu yang telah disepakati, yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Bank
Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tahun 1998. Dalam surat keputusan tersebut
kredit digolongkan menjadi lima yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang
lancar, diragukan dan macet. Tingkat kolektibilitas kredit yang dianggap
bermasalah dan dapat mengganggu kegiatan operasional adalah kredit macet atau
dikenal dengan Non Performing Loan (NPL) yang mana merupakan persentase kredit
bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total
kredit yang disalurkan). NPL ini dapat juga diartikan sebagai pinjaman yanag
mengalami kesulitan pelunasan baik akibat faktor kesengajaan yang dilakukan
oleh debitur maupun faktor ketidaksengajaan yang berasal dari faktor luar.
Komponen
kredit bermasalah di atas merupakan kredit yang kolektibilitasnya digolongkan
ke dalam tingkat kurang lancar, diragukan, dan macet.
Bank
yang mengalami peningkatan penyaluran kredit akan memiliki kemungkinan adanya
Non Performing Loan yang meningkat sejalan dengan beban. Hal tersebut tentu
saja akan mempengaruhi pertumbuhan modal bank. Selain besarnya beban
operasional dan meningkatnya NPL yang dapat mempengaruhi pertumbuhan modal,
terdapat faktor lain yang mempengaruhi jumlah modal yaitu pembagian dividen
yang tidak seimbang dengan laba yang ditahan karena modal bersih bank
mencerminkan jumlah dana yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat
.
2.3.4
Tingkat
Inflasi
Inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di
pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya,
tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi
adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika
proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
Inflasi
dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. inflasi
ringan terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% pertahun.
2. inflasi
sedang terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10% - 30% pertahun.
3. inflasi
berat terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30% - 100% pertahun.
4. Hiperinflasi
terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% pertahun.
2.3.5
Tingkat
Resiko Kredit
Resiko
kredit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah resiko ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian akan menimbulkan spekulasi, dan setiap
usaha yang berupa spekulasi akan mengandung resiko yang tinggi karena segala
sesuatunya tidak dapat direncanakan terlebih dahulu dengan baik. Pemahaman resiko
kredit nantinya juga akan bermanfaat dalam penetapan suku bunga kredit misalnya
dengan semakin tinggi resiko suatu kegiatan usaha, maka sudah sepantasnyalah
suku bunga yang dibebankan kepada nasabah yang bersangkutan juga semakin tinggi.
Credit
Risk Ratio merupakan hasil perbandingan antara jumlah Penyisihan Pencadangan
Aktiva Produktif (PPAP) dengan total kredit yang diberikan oleh suatu bank.
Semakin tinggi resiko kredit maka bank akan cenderung bersifat hati-hati dalam
penyaluran kredit, ini terjadi pada kondisi ekonomi yang sedang lesu
(pertumbuhan ekonomi Minus). Hal ini berdampak pada penurunan kredit ke
masyarakat oleh bank.
2.4
Kajian Penelitian Sejenis
Tabel
2.1
Kajian
Penelitian Sejenis
No
|
Nama
Peneliti
|
Judul
Penelitian
|
Variabel
yang Dipakai
|
Hasil
Penelitian
|
1
|
Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007)
|
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penyaluran Kredit Investasi di Indonesia
|
Variabel dependen : Penyaluran Kredit
Investasi
Variabel Independen : Dana Pihak
Ketiga, Suku Bunga Kredit, Tingkat Inflasi
|
Hasil penelitian menunjukan bahwa dana
pihak ketiga dan suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penyaluran
kredit investasi, kemudian tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap
penyaluran kredit investasi.
|
2
|
Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih
|
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga,
Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi terhadap
Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Jawa Tengah
|
Variabel dependen : Penyaluran Kredit
Variabel independen : Dana Pihak
Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi,
Tingkat Resiko Kredit.
|
Hasil penelitian menunjukan bahwa dana
pihak ketiga, non performing loan, tingkat inflasi berpengaruh positif
terhadap penyaluran kredit BPR di Jawa Tengah, kemudian tingkat suku bunga
kredit dan tingkat resiko kredit berpengaruh negatif terhadap penyaluran
kredit BPR di Jawa Tengah.
|
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Objek
Penelitian
Objek
penelitian yang digunakan merupakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bank
Indonesia yang masuk dikelompok bank persero yaitu :
1.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk,
2.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,
3.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk,
4.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
3.2
Metode
Pengumpulan Data
Untuk
mendapatkan data serta informasi yang lengkap, tepat, dan akurat sebagai dasar
dari penulisan ilmiah ini, maka penulis menggunakan dua metode penelitian :
3. Penelitian
Lapangan (Field Research)
Metode yang dipergunakan penulis
dalam mendapatkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia serta website: www.bi.go.id
dan jurnal ekonomi yang terkait dengan bahasan ini.
4. Studi
Pustaka (Library Research)
Melalui metode ini penulis berusaha
mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari buku-buku, literature maupun
bacaan-bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan ilmiah ini, sehingga
diperoleh gambaran tentang data yang berkaitan dengan pembahasan dalam
penulisan ilmiah ini.
3.3
Variabel
Penelitian
Variabel- variabel
penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen (Y) dan lima variabel
independen (X), yaitu sebagai berikut:
1.
Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen atau terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (independen). Variabel dependen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penyaluran kredit modal kerja.
2.
Variabel Independen (X)
Variabel independen atau bebas merupakan
variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependen). Variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
·
X1
: Dana Pihak Ketiga
·
X2 : Tingkat suku bunga kredit
·
X3 : Non performing loan (NPL)
·
X4
: Tingkat inflasi
·
X5 : Tingkat resiko kredit
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel
Penelitian
No
|
Variable
|
Konsep
Variable
|
Indikator
Variable
|
Skala
|
1
|
Dana Pihak Ketiga ( X1)
|
Penggambaran penghimpunan dana.
|
Angka simpanan nasabah dari
laporan keuangan tahunan bank pada tahun 2005-2012
|
Rasio
|
2
|
Tingkat Suku Bunga Kredit (X2)
|
Penggambaran
harga yang harus dibayar oleh debitur.
|
Prosentase suku bunga kredit modal
kerja tahunan pada tahun 2005-2012
|
Rasio
|
3
|
Non Performing Loan (X3)
|
Prosentase kredit yang mengalami
kesulitan dalam pelunasan.
|
Prosentase kredit macet dari
laporan keuangan pertahun dari tahun 2005-2012
|
Rasio
|
4
|
Tingkat Inflasi (X4)
|
Jumlah uang yang
beredar dimasyarakat
lebih banyak dari pada
jumlah barang yang
akan mengakibatkan
kenaikan harga-harga
barang.
|
Indeks Harga
Konsumen
(IHK) yang
ditebitkan oleh
BI pada tahun 2005-2012.
|
Rasio
|
5
|
Tingkat Resiko Kredit (X5)
|
Hasil
perbandingan antara jumlah Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP)
dengan total kredit yang diberikan oleh suatu bank.
|
Prosentase dari PPAP/total kredit
dari laporan keuangan tahunan bank tahun 2005-2012.
|
Rasio
|
6
|
Penyaluran Kredit Modal Kerja (Y)
|
Kredit
yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
|
Angka kredit modal kerja dari
laporan tahunan bank tahun 2005-2012.
|
Rasio
|
3.4
Hipotesis
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diungkapkan karena itu penulis membuat hipotesis
yang pada akhirnya akan menjadi hasil akhir atau kesimpulan dari penulisan ini.
Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :
Ho : Tidak Adanya pengaruh DPK, SBK, NPL,
tingkat inflasi, resiko kredit terhadap penyaluran kredit modal kerja secara
simultan maupun parsial.
Ha : Adanya pengaruh DPK, SBK, NPL, tingkat
inflasi, resiko kredit terhadap penyaluran kredit modal kerja secara simultan
maupun parsial.
3.5
Alat
Analisis
Dalam penelitian ini untuk
mendapatkan hasil yang nyata maka, digunakan metode analisis statistik
inferensial yakni merupakan bidang ilmu statistik yang mempelajari cara-cara
penarikan suatu kesimpulan dari suatu populasi tertentu berdasarkan sebagian
data (sampel). Untuk itu metode yang digunakan adalah uji asumsi klasik dan
regresi linier berganda dengan pengolah data statistik SPSS adalah :
3.5.1
Uji
Asumsi Klasik
Model
analisis regresi berganda dapat dijadikan sebagai alat estimasi jika asumsi
model regresi berganda tidak bias dan mempunyai varians minimum yang telah
dipenuhi. Model regresi berganda telah memenuhi persyaratan Best Linier Unbiased Estimator (BLUE),
yakni tidak terdapat multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas.
Untuk mengetahui apakah persyaratan BLUE ini dipenuhi atau tidak, dapat diuji
dengan menggunakan uji asumsi klasik.
Untuk
itu pengujian harus memenuhi asumsi yaitu :
1. Uji Normalitas
Untuk
mengetahui kenormalan distribusi data maka digunakannya uji normalitas. Jika
analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus
terpenuhi yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Jika data tidak
berdistribusi normal, maka metode alternatif yang bisa digunakan adalah
statistik non parametrik.Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05.
Dasar pengambilan keputusan pada uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S), yaitu:
a.
Jika nilai probabilitas nilai
signifikansi > 0,05 berarti data residual berdistribusi normal.
b.
Jika nilai probabilitas nilai
signifikansi < 0,05 berarti data residual tidak berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Adanya
korelasi yang tinggi antar variabel dinamakan multikolinieritas. Untuk melihat
adanya multikolinieritas dapat digunakan nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus
sebagai berikut :
Dimana,
·
Tolerance < 0,10 mengindikasikan
tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; Tolerance >
0,10 mengindikasikan bahwa ada korelasi antar variabel predictor.
·
VIF < 10 mengindikasikan tidak ada
korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; VIF > 10 mengindikasikan
bahwa ada korelasi antar variabel predictor.
3. Uji Autokorelasi
Tidak
adanya autokolerasi menunjukkan tidak adanya korelasi antar anggota serangkaian
observasi yang disusun menurut urutan waktu (data time series) atau menurut
urutan ruang (data cross sectional) atau korelasi pada dirinya sendiri. Untuk
mengatasi masalah autokorelasi, digunakan metode Durbin-Watson Statistic. Prosedur pengujian metode Durbin-Watson adalah aebagai berikut :
a.
Pengujian dilakukan dengan membandingkan
nilai uji Durbin-Watson dengan nilai
batas atas (dU) dan nilai batas bawah (dL).
Dengan
ketentuan sebagai berikut :
·
Jika DW < dL
: Terjadi masalah autokorelasi yang
positif yang
perlu perbaikan.
·
Jika dL < DW < dU
: Ada masalah autokorelasi positif tetapi
lemah, dimana perbaikan akan lebih
baik.
·
Jika dU < DW < 4-dU
: Tidak ada masalah autokorelasi.
·
4-dU < DW < 4-dL : Masalah autokorelasi lemah, dimana
dengan perbaikan akan lebih baik.
·
4-dL < DW : Masalah autokorelasi serius.
Ket : DW = nilai statistik uji
Durbin-Watson hasil perhitungan
dU = batas atas tabel durbin-Watson bounds pada
suatu n dan k tertentu
dL = batas bawah tabel Durbin-Watson bounds
pada suatu n dan k tertentu.
n = banyaknya pengamatan
k =
banyaknya variabel bebas dalam model regresi
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan suatu
keadaan yang mana kesalahan pengganggu (error)
dari setiap variabel bebas semuanya mempunyai variance yang tidak sama.
Heteroskedastisitas muncul bila variance dari gangguan tidak konstan untuk
seluruh pengamatan atas variabel independen. Cara untuk mendeteksi kehadiran
heteroskedastisitas antara lain dengan menggunakan uji Glejser yang mengusulkan
untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen dan melihat
grafik penyebaran dari residual regresi. Salah satu cara lain yang juga dapat
digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan grafik
scatter plot.
3.5.2
Uji
Statistik Analisis Regresi Linier Berganda
Regresi
berganda adalah analisis regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel
bebas.
Dengan persamaan : Y =
a + b1X1 + b2X2 + b3X5
+ b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
Y :
Perubahan penyaluran kredit modal kerja periode t
a
: Koefisien konstanta
b1-5 : Koefisien regresi
X1
: Perubahan DPK periode t
X2 : Perubahan SBK periode t
X3 : Perubahan NPL periode t
X4 : Perubahan Tingkat Inflasi periode t
X5 : Perubahan Resiko Kredit periode t
e
: residual
1.
Penentuan
Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Untuk
mengetahui seberapa besar variabel bebas (independen) bisa menjelaskan variabel
terikat (dependen), maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (R2), dalam hal ini digunakan
adjusted R2 karena nilai
variabel bebas yang diukur terdiri dari nilai rasio absolut dan nilai
perbandingan. Nilai R2 terletak antara 0 dan 1 makin besar nilai R2,
berarti semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data dari hasil
observasi. Jika nilai R2 = 1, pendekatan tersebut terdapat kecocokan
sempurna dan jika nilai R2 = 0, tidak ada kecocokan pendekatan.
Koefisien ini juga digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi dari jumlah
variabel terikat yang diterangkan oleh regresi atau untuk mengukur besarnya
sumbangan dari variabel bebas terhadap naik turunnya nilai variabel terikat.
2.
Uji
F
Uji ini merupakan pengujian terhadap koefisien regresi secara
bersama-sama (simultan).
·
Ho : β1 = β2 = β3
= β4 = β5 = 0, artinya bahwa diduga tidak terdapat
pengaruh secara bersama-sama (simultan) dari seluruh variabel bebas (DPK, SBK,
NPL, tingkat inflasi, resiko kredit) terhadap variabel terikat (penyaluran
kredit modal kerja).
·
Ha : β1 = β2 = β3
= β4 = β5 = 0, artinya bahwa diduga terdapat
pengaruh secara bersama-sama (simultan) dari seluruh variabel bebas (DPK, SBK,
NPL, tingkat inflasi, resiko kredit) terhadap variabel terikat (penyaluran kredit
modal kerja).
Yakni melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Sedangkan untuk menentukan Ftabel
digunakan taraf signifikan sebesar 5% selanjutnya dilihat apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel (Fhitung
> Ftabel), maka terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
bebas secara simultan atau bersama terhadap variabel terkait, atau dengan kata
lain Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika Fhitung kurang dari
Ftabel (Fhitung < Ftabel), maka Ho diterima
dan hipotesis Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh nyata secara simultan
dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.
Uji
T (t test)
Uji
ini digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel
bebas terhadap variabel terikat, dimana hipotesis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
·
Ho
: β1 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari seluruh variabel bebas Xi
terhadap variabel terikat Y.
·
Ha
: βi ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh yang signifikan
dari seluruh variabel bebas Xi
terhadap variabel terikat Y.
Keputusan
untuk menolak atau menerima Ho adalah
dengan membandingkan antara nilai thitung dengan ttabel
dengan taraf sig 5%. Penarikan simpulan pada uji ini didasarkan pada:
-
Jika thitung > ttabel,
Ho ditolak
-
Jika thitung < ttabel,
Ha diterima
3.6
Kerangka
Pemikiran
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran
Variabel
Independen Variabel Dependen
DAFTAR
PUSTAKA
Dendawijaya,
Lukman, 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Cetakan kedua. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Hamonangan,
Reynaldo dan Hasan Sakti Siregar, 2009. Pengaruh Capital Adequancy Ratio, Debt
to Equity Ratio, Non Performing Loan, Operating Ratio dan Loan to Deposit Ratio
etrhadap Return On Equity (ROE) Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi 13, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hasanudin,
Mohamad dan Prihatiningsih. Analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat suku
bunga kredit, Non Performing Loan, dan Tingkat Inflasi terhadap penyaluran
kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Jawa Tengah.
Kasmir,
2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan kelima, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kasmir,
2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Keputusan
Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP/DIR Tahun 1998 tentang Kualitas Aktiva
Produktif.
Muamil
Sun’an dan David Kaluge, 2007. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran
Kredit Investasi di Indonesia (Pendekatan Error Correction Model, ECM)”. Jurnal
Keuangan dan Perbankan XI No.2 Hal 347-361.
PBI
No.10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam Rupiah.
Rahmat
Firdaus, 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Bandung : Alfabeta.
Taswan,
2006. Manajemen Perbankan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN
Undang-undang
No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-undang
No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.