Kamis, 16 Januari 2014

ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT, NON PERFORMING LOAN, TINGKAT INFLASI, DAN TINGKAT RESIKO KREDIT TERHADAP PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Kasus Pada Bank Persero)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi syarat-syarat untuk mencapai
gelar setara Sarjana Muda Jurusan Akuntansi Jenjang Strata Satu
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Disusun Oleh :
Nama                : Lita Lestari
NPM                 : 24210055
Kelas                 : 4EB10
Jurusan              : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Kesejahteraan penduduk Indonesia dapat dikatakan masih tergolong rendah. Lapangan kerja yang menjadi wadah bagi penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan pun belum mampu untuk menampung seluruh angkatan kerja yang ada.
Bank mempunyai peranan penting bagi perkembangan dan kemajuan dalam suatu negara. Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.
Apabila fungsi diatas tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka akan menggangu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Karena peran lembaga keuangan dalam perekonomian sangatlah dominan. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya.
Menurut UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang berdasarkan persetujuan atau kesapakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pemberian kredit merupakan aktifitas utama sebuah bank. Kredit modal kerja adalah salah satu kredit yang disalurkan oleh bank yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Dana pihak ketiga menjadi sumber dana terbesar bank yang dihimpun dari tabungan, deposito, dan giro. Tingkat suku bunga kredit diberikan oleh bank kepada pihak peminjam sebagai imbalan atau keuntungan bagi bank. Non performing loan menggambarkan prosentase kredit yang sulit dalam pembayarannya. Tingkat inflasi adalah suatu kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Tingkat resiko kredit menggambarkan resiko ketidakpastian yang akan menimbulkan spekulasi, dan setiap usaha yang berupa spekulasi akan mengandung resiko yang tinggi karena segala sesuatunya tidak dapat direncanakan terlebih dahulu dengan baik.
Berdasarkan penelitian Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007), dan penelitian Mohammad Hasanudin dan Prihatiningsih (2008), kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit, tetapi pada Suku Bunga Kredit kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda yaitu dalam penelitian Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007) suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit sedangkan dalam penelitian Mohammad Hasanudin dan Prihatiningsih (2008) suku bunga kredit berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap penyaluran kredit. Begitu pula dengan Tingkat Inflasi, kedua penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula seperti dalam penelitian Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007) tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit sedangkan dalam penelitian Mohammad Hasanudin dan Prihatiningsih (2008) tingkat inflasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penyaluran kredit.
Dari kedua penelitian tersebut, terdapat perbedaan hasil kesimpulan yang mempengaruhi penyaluran kredit. Oleh karena itu, dari pertimbangan tersebut penelitian ini mengambil lima variabel bebas yaitu Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Resiko Kredit. Sedangkan variabel terikatnya adalah Penyaluran Kredit Modal Kerja.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT, NON PERFORMING LOAN, TINGKAT INFLASI, DAN TINGKAT RESIKO KREDIT TERHADAP PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Kasus Pada Bank Persero)”.

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non performing loan, tingkat inflasi dan tingkat resiko kredit secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit modal kerja?
2.      Dari faktor-faktor yang diteliti, faktor manakah yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap penyaluran kredit modal kerja?
3.      Berapa besar pengaruh koefisien determinasi (Adjusted R2) yang dapat dijelaskan dari faktor-faktor yang diteliti terhadap penyaluran kredit modal kerja?

1.3              Batasan Masalah
Dalam menentukan hasil yang dituju maka perlu pembatasan dalam hal :
1.      Penyaluran kredit modal kerja sebagai variabel terikat dan yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non performing loan, tingkat inflasi, dan tingkat resiko kredit.
2.      Untuk periode yang digunakan penelitian ini dimulai tahun 2005-2012 secara tahunan.
3.      Unit analisis yang digunakan adalah jenis kelompok bank persero yaitu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

1.4              Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah dana pihak ketiga, tingkat suku bunga kredit, non performing loan, tingkat inflasi, dan tingkat resiko kredit secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit modal kerja.
2.      Untuk mengetahui faktor manakah yang mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap penyaluran kredit modal kerja.
3.      Untuk mengetahui besarnya pengaruh koefisien determinasi (Adjusted R2) yang dapat dijelaskan dari faktor-faktor yang diteliti terhadap penyaluran kredit modal kerja.

1.5              Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagi dunia akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi dan memperkaya referensi bagi pembaca.
2.      Bagi dunia praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan berupa gambaran historis bagi perbankan untuk pengambilan keputusan dalam penyaluran kredit.
3.      Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan penyaluran kredit lainnya.

1.6              Metode Penelitian
1.6.1        Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang dipergunakan penulis untuk penelitian ini adalah perbankan yang masuk jenis kelompok bank persero yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
1.6.2        Data yang Digunakan
Dalam penulisan ini penulis mendapatkan dan menggunakan data sekunder sebagai berikut :
1.      Ikhtisar laporan keuangan selama periode 2005-2012 yang telah diaudit berupa dana pihak ketiga, non performing loan, tingkat resiko kredit, dan penyaluran kredit modal kerja.
2.      Rangkuman daftar tingkat suku bunga kredit modal kerja periode 2005-2012
3.      Rangkuman data inflasi periode 2005-2012

1.6.3        Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data serta informasi yang lengkap, tepat, dan akurat sebagai dasar dari penulisan ilmiah ini, maka penulis menggunakan dua metode penelitian :
1.      Penelitian Lapangan (Field Research)
Metode yang dipergunakan penulis dalam mendapatkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia serta website: www.bi.go.id dan jurnal ekonomi yang terkait dengan bahasan ini.
2.      Studi Pustaka (Library Research)
Melalui metode ini penulis berusaha mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari buku-buku, literature maupun bacaan-bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan ilmiah ini, sehingga diperoleh gambaran tentang data yang berkaitan dengan pembahasan dalam penulisan ilmiah ini.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1        Pengertian Bank
Pengertian bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Peranan utama bank sebagai financial intermediate maupun institute of development, atau memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank dan dari segi penyaluran dananya, sehingga bank tidak hanya memperoleh keuntungan yang besar bagi pemilik tetapi juga lebih diarahkan kepada peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut merupakan komitmen baik setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia.
Sumber dana bank atau darimana bank mendapatkan dana untuk keperluan operasionalnya dibedakan menjasi 3 sumber, yaitu:
1.      Dana yang berasal dari modal sendiri
Sumber dana ini sering disebut sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik pemegang saham maupun sumber lain.
2.      Dana yang berasal dari pinjaman
Sumber dana ini sering disebut sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik pemegang saham maupun sumber lain.
3.      Dana yang berasal dari masyarakat
Sumber dana ini sering disebut sumber dana pihak ketiga yaitu sumber dana yang berasal dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.
Berdasarkan pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang - Undang No. 7 Tahun 1992 mengenai perbankan, terdapat dua jenis bank berdasarkan undang-undang, yaitu:
1.      Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro dalam usahanya terutama dalam memberikan kredit jangka pendek.
2.      Bank Pengkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.2         Kredit
Menurut UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Secara umum merupakan suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak ke pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan disuatu masa atau waktu tertentu yang akan disertai bunga. Sebagai perantara keuangan, bank akan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang surplus dana dalam berbagai bentuk simpanan. Kemudian bank akan membayar bunga kepada nasabahnya dan menyalurkan dalam bentuk kredit.
Proses kredit dilakukan secara hati-hati oleh bank dengan maksud untuk mencapai sasaran dan tujuan pemberian kredit. Ketika bank menetapkan keputusan pemberian kredit maka sasaran yang hendak dicapai adalah aman, terarah, dan menghasilkan pendapatan. Aman dalam arti bahwa bank akan dapat menerima kembali nilai ekonomi yang telah diserahkan, terarah maksudnya adalah bahwa penggunaan kredit harus sesuai dengan perencanaan kredit yang telah ditetapkan, dan menghasilkan. Berarti pemberian kredit tersebut harus memberikan kontribusi pendapatan bagi bank, perusahaan debitur, dan masyarakat umumnya (Taswan, 2006).

2.2.1        Jenis-jenis Kredit
Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2006) :
1.      Dilihat dari Segi Kegunaan
a.       Kredit Investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau kredit baru dimana pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
b.      Kredit Modal Kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja ini diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. KMK merupakan kredit yang digunakan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.

2.      Dilihat dari Segi Tujuan Kredit
a.       Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian, kredit pertambangan akan menghasilkan hasil tambang atau kredit industri akan menghasilkan barang industri.
b.      Kredit Konsumsi
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah dan kredit konsumtif lainnya.
c.       Kredit Perdagangan
Kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.

3.      Dilihat dari Segi Jangka Waktu
a.       Kredit Jangka Pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam atau jika untuk pertanian misalnya untuk tanaman padi atau jagung.
b.      Kredit Jangka Menengah
Kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti apel atau peternakan sapi.
c.       Kredit Jangka Panjang
Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
Dalam prakteknya, bank dapat pula hanya mengklasifikasikan kredit menjadi hanya jangka panjang dan jangka pendek. Untuk jangka waktu maksimal 1 tahun dianggap jangka pendek dan di atas 1 tahun di anggap jangka panjang.

4.      Dilihat dari Segi Jaminan
a.       Kredit dengan Jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud, tidak berwujud dan jaminan orang. Artinya setiap kredit yang diberikan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon debitur.
b.      Kredit Tanpa Jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.

2.2.2        Prinsip Pemberian Kredit
Menurut Rachmat Firdaus (2004), bahwa dalam pemberian kredit dibutuhkan perhitungan-perhitungan yang mendalam yang meliputi berbagai prinsip, asas, atau persyaratan tertentu meskipun dalam kenyataannya hal tersebut tidak dapat dengan mudah ditetapkan oleh bank. Terdapat tiga konsep tentang prinsip-prinsip atau azas dalam pemberian kredit bank secara sehat, antara lain sebagai berikut :
1.      Prinsip-Prinsip 5C
a.       Character (watak atau kepribadian)
Character merupakan salah satu pertimbangan terpenting dalam memutuskan pemberian kredit. Bank harus yakin bahwa peminjam mempunyai tingkah laku yang baik dan bersedia melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Dan untuk mengetahui watak debitur ini tidaklah semudah yang dibayangkan, terutama untuk debitur yang baru pertama kali.
b.      Capacity (kemampuan)
Pihak bank harus mengetahui dengan pasti kemampuan calon debitur dalam menjalankan usahanya karena menentukan besar kecilnya pendapatan atau penghasilan perusahaan di masa yang akan datang.
c.       Capital (Modal)
Prinsip ini menyangkut berapa banyak dan bagaimana struktur modal yang dimiliki oleh calon debitur. Yang dimaksud dengan struktur permodalan di sini adalah tingkat likuiditas modal yang telah ada, apakah dalam bentuk uang tunai, harta yang mudah diuangkan, atau benda lain seperti bangunan.
d.      Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Prinsip kondisi ekonomi ini terkait dengan sektor usaha calon debitur, apakah terkait langsung, serta prospek usaha tersebut di masa yang akan datang.
e.       Collateral (Jaminan atau Agunan)
Jaminan atau agunan merupakan harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai agunan andaikata terjadi ketidakmampuan debitur tersebut untuk menyelesaikan hutangnya sesuai dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini jaminan tersebut mempunyai dua fungsi yaitu pertama, sebagai pembayaran hutang seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama ialah sebagai faktor penentu jumlah kredit yang diberikan.

2.      Prinsip-prinsip 5P
a.       Party (golongan)
Maksud dari prinsip ini adalah bank menggolongkan calon debitur ke dalam kelompok tertentu menurut character, capacity, dan capitalnya.
b.      Purpose (tujuan)
Maksud dari tujuan di sini adalah tujuan pengamatan kredit yang diajukan, apa tujuan yang sebenarnya dari kredit tersebut, apakah mempunyai aspek sosial yang positif dan luas atau tidak. Dan bank masih harus meneliti apakah kredit yang diberikan digunakan sesuai tujuan semula.
c.       Payment (sumber pembiayaan)
Setelah mengetahui tujuan utama dari kredit tersebut maka hendaknya diperkirakan dan dihitung kemungkinan-kemungkinan besarnya pendapatan yang akan dicapai. Sehingga bank dapat menghitung kemampuan dan kekuatan debitur untuk membayar kembali kreditnya serta menentukan cara pembayaran dan jangka waktu pengembaliannya.
d.      Profitability (kemampuan untuk mendapatkan keuntungan)
Keuntungan di sini maksudnya bukanlah keuntungan yang dicapai oleh debitur semata melainkan juga kemungkinan keuntungan yang diterima oleh bank jika kredit yang diberikan terhadap kreditur tertentu dibanding debitur lain atau dibanding tidak memberikan kredit.
e.       Protection (perlindungan)
Perlindungan maksudnya adalah untuk berjaga-jaga terhadap hal-hal yang tidak terduga maka untuk melindungi kredit yang diberikan antara lain adalah dengan meminta jaminan dari krediturnya.

3.      Prinsip-Prinsip 3R
a.       Return (hasil yang dicapai) merupakan penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah diberikan, apakah hasil tersebut dapat menutup pengembalian pinjamannya serta bersamaan dengan itu kemungkinan pula usahanya dapat berkembang terus atau tidak. Return di sini dapat pula diartikan keuntungan yang akan diperoleh bank apabila memberikan kredit kepada pemohon.
b.      Repayment (pembayaran kembali) dalam hal ini harus menilai berapa lama perusahaan pemohon kredit dapat membayar kembali pinjamannya sesuai kemampuan perusahaan serta cara pembayarannya.
c.       Risk bearing Ability (kemampuan untuk menanggung risiko) dalam hal ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

2.3         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit
2.3.1        Dana Pihak Ketiga
            Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, “dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing.” Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit.
            Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat (DPK) ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank) (Dendawijaya, 2005 : 49). Dana pihak ketiga terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1.      Tabungan (Saving Deposit)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat – syarat tertentu. Semua bank diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa perlu adanya persetujuan dari bank sentral (bank Indonesia).
2.      Deposito (Time Deposit)
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian. Dilihat dari sudut biaya dana, dana bank yang bersumber dari simpanan dalam bentuk deposito merupakan dana yang relatif mahal dibandingkan dengan sumber dana lainnya, misalnya giro atau tabungan (Siamat dalam Dendawijaya, 2005). Berbeda dengan giro, dana deposito akan mengendap di bank karena para pemegang (deposan) tertarik dengan tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank dan adanya keyakinan bahwa pada saat jatuh tempo (apabila dia tidak ingin memperpanjang) dananya dapat ditarik kembali. Terdapat berbagai jenis deposito, yakni:
a.       Deposito berjangka,
b.      Sertifikat deposito, dan
c.       Deposits on call.
3.      Giro (demand deposit)
Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Dalam pelaksanaan, giro ditatausahakan oleh bank dalam suatu rekening yang disebut ‘rekening koran’. Jenis rekening giro ini dapat berupa:
a.       Rekening atas nama perorangan,
b.      Rekening atas nama suatu badan usaha/lembaga, dan
c.       Rekening bersama/gabungan.

2.3.2        Tingkat Suku Bunga Kredit
            Kasmir, (2008:135) mengatakan bahwa bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
            Suku bunga merupakan salah satu faktor yang cukup menarik bagi pemilik dana untuk menyimpan uangnya pada suatu bank. Tingkat suku bunga yang diberikan hendaknya dapat bersaing dengan tingkat suku bunga yang diberikan bank lain. Tingkat suku bunga biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dari jumlah yang dipinjamkan dan dengan dasar tahunan.
            Menurut Kasmir, (2008:136), dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu:
1.      Bunga Simpanan
Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
2.      Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga.
Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga simpanan. Suku bunga pinjaman dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat bergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar.
Agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menentukan besar kecilnya komponen suku bunga. Menurut Kasmir (2008:137-140), faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut:
1.      Kebutuhan Dana
Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan, yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan beban.
2.      Target Laba yang diinginkan
Faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman.
3.      Kualitas Jaminan
Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
4.      Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam menentukan baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
5.      Jangka Waktu
Faktor jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko macet di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya, jika pinjaman berjangka pendek, bunganya relatif rendah.
6.      Reputasi Perusahaan
Reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet di masa mendatang relatif kecil.
7.      Produk yang Kompetitif
Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi sehingga pembayarannya diharapkan lancar.
8.      Hubungan Baik
Biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam praktiknya, bank menggolongkan nasabah antara nasabah utama dan nasabah biasa. Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan kepada bank. Nasabah yang memiliki hubungan baik dengan bank tentu penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
9.      Persaingan
Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana, sementara tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat, maka bank harus bersaing keras dengan bank lainnya. Untuk bunga pinjaman, harus berada di bawah bunga pesaing agar dana yang menumpuk dapat tersalurkan, meskipun margin laba mengecil.
10.  Jaminan Pihak Ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan kepada bank untuk menanggung segala risiko yang dibebankan kepada penerima kredit. Biasanya apabila pihak yang memberikan jaminan bonafide, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik, maupun loyalitasnya terhadap bank, bunga yang dibebankan pun juga berbeda. Begitu pun sebaliknya.
    
2.3.3        Non Performing Loan (NPL)
                        Kredit bermasalah atau non performing loan adalah kredit yang mengalami kesulitan dalam pelunasan. Menurut Siamat (dalam Hamonangan dan Siregar, 2009), “Non performing loan atau sering disebut kredit bermasalah dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur seperti kondisi ekonomi yang buruk.” Apabila semakin tinggi rasio ini, maka semakin buruk kualitas kredit bank karena semakin banyak pula jumlah kredit yang bermasalah. Semakin tinggi jumlah kredit bermasalah juga akan membuat bank enggan memberikan kredit dalam jumlah besar karena harus membentuk dana penghapusan atas kredit bermasalah yang besar.
                        Tingkat kesehatan bank merupakan hal yang penting yang harus diusahakan oleh manajemen bank. Pengelola bank diharuskan memantau keadaan kualitas aktiva produktif yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatannya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada tingkat kolektibilitas kreditnya. Penggolongan kolektibilitas aktiva produktif sampai sejauh ini hanya terbatas pada kredit yang diberikan. Ukuran utamanya adalah ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan.
                        Bank sendiri sudah memiliki kriteria dalam memberi penilaian dan
menggolongkan kemampuan debitur, dalam mengembalikan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tahun 1998. Dalam surat keputusan tersebut kredit digolongkan menjadi lima yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Tingkat kolektibilitas kredit yang dianggap bermasalah dan dapat mengganggu kegiatan operasional adalah kredit macet atau dikenal dengan Non Performing Loan (NPL) yang mana merupakan persentase kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan). NPL ini dapat juga diartikan sebagai pinjaman yanag mengalami kesulitan pelunasan baik akibat faktor kesengajaan yang dilakukan oleh debitur maupun faktor ketidaksengajaan yang berasal dari faktor luar. 
                        Komponen kredit bermasalah di atas merupakan kredit yang kolektibilitasnya digolongkan ke dalam tingkat kurang lancar, diragukan, dan macet.
                        Bank yang mengalami peningkatan penyaluran kredit akan memiliki kemungkinan adanya Non Performing Loan yang meningkat sejalan dengan beban. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi pertumbuhan modal bank. Selain besarnya beban operasional dan meningkatnya NPL yang dapat mempengaruhi pertumbuhan modal, terdapat faktor lain yang mempengaruhi jumlah modal yaitu pembagian dividen yang tidak seimbang dengan laba yang ditahan karena modal bersih bank mencerminkan jumlah dana yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat
.
2.3.4        Tingkat Inflasi
                        Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
                        Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1.      inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% pertahun.
2.      inflasi sedang terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10% - 30% pertahun.
3.      inflasi berat terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30% - 100% pertahun.
4.      Hiperinflasi terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% pertahun.

2.3.5        Tingkat Resiko Kredit
                        Resiko kredit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah resiko ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian akan menimbulkan spekulasi, dan setiap usaha yang berupa spekulasi akan mengandung resiko yang tinggi karena segala sesuatunya tidak dapat direncanakan terlebih dahulu dengan baik. Pemahaman resiko kredit nantinya juga akan bermanfaat dalam penetapan suku bunga kredit misalnya dengan semakin tinggi resiko suatu kegiatan usaha, maka sudah sepantasnyalah suku bunga yang dibebankan kepada nasabah yang bersangkutan juga semakin tinggi.
                        Credit Risk Ratio merupakan hasil perbandingan antara jumlah Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) dengan total kredit yang diberikan oleh suatu bank. Semakin tinggi resiko kredit maka bank akan cenderung bersifat hati-hati dalam penyaluran kredit, ini terjadi pada kondisi ekonomi yang sedang lesu (pertumbuhan ekonomi Minus). Hal ini berdampak pada penurunan kredit ke masyarakat oleh bank.

2.4         Kajian Penelitian Sejenis
Tabel 2.1
Kajian Penelitian Sejenis
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel yang Dipakai
Hasil Penelitian
1
Muammil Sun’an dan David Kaluge (2007)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Investasi di Indonesia
Variabel dependen : Penyaluran Kredit Investasi

Variabel Independen : Dana Pihak Ketiga, Suku Bunga Kredit, Tingkat Inflasi
Hasil penelitian menunjukan bahwa dana pihak ketiga dan suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit investasi, kemudian tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit investasi.
2
Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi terhadap Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Jawa Tengah
Variabel dependen : Penyaluran Kredit

Variabel independen : Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan, Tingkat Inflasi, Tingkat Resiko Kredit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dana pihak ketiga, non performing loan, tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap penyaluran kredit BPR di Jawa Tengah, kemudian tingkat suku bunga kredit dan tingkat resiko kredit berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit BPR di Jawa Tengah.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1         Objek Penelitian
                             Objek penelitian yang digunakan merupakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bank Indonesia yang masuk dikelompok bank persero yaitu :
1.      PT Bank Mandiri (Persero) Tbk,
2.      PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,
3.      PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk,
4.      PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

3.2         Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data serta informasi yang lengkap, tepat, dan akurat sebagai dasar dari penulisan ilmiah ini, maka penulis menggunakan dua metode penelitian :
3.      Penelitian Lapangan (Field Research)
Metode yang dipergunakan penulis dalam mendapatkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia serta website: www.bi.go.id dan jurnal ekonomi yang terkait dengan bahasan ini.
4.      Studi Pustaka (Library Research)
Melalui metode ini penulis berusaha mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari buku-buku, literature maupun bacaan-bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan ilmiah ini, sehingga diperoleh gambaran tentang data yang berkaitan dengan pembahasan dalam penulisan ilmiah ini.

3.3              Variabel Penelitian
                             Variabel- variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen (Y) dan lima variabel independen (X), yaitu sebagai berikut:
1.      Variabel Dependen (Y)
      Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (independen). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penyaluran kredit modal kerja.
2.      Variabel Independen (X)
      Variabel independen atau bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat (dependen). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
·         X: Dana Pihak Ketiga
·         X2  : Tingkat suku bunga kredit
·         X3  : Non performing loan (NPL)
·         X: Tingkat inflasi
·         X5 : Tingkat resiko kredit

Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel Penelitian
No
Variable
Konsep Variable
Indikator Variable
Skala
1
Dana Pihak Ketiga ( X1)

Penggambaran penghimpunan dana.

Angka simpanan nasabah dari laporan keuangan tahunan bank pada tahun 2005-2012
Rasio
2
Tingkat Suku Bunga Kredit (X2)

Penggambaran harga yang harus dibayar oleh debitur.
Prosentase suku bunga kredit modal kerja tahunan pada tahun 2005-2012
Rasio
3
Non Performing Loan (X3)

Prosentase kredit yang mengalami kesulitan dalam pelunasan.

Prosentase kredit macet dari laporan keuangan pertahun dari tahun 2005-2012
Rasio
4
Tingkat Inflasi (X4)

Jumlah uang yang
beredar dimasyarakat
lebih banyak dari pada
jumlah barang yang
akan mengakibatkan
kenaikan harga-harga
barang.

Indeks Harga
Konsumen
(IHK) yang
ditebitkan oleh
BI pada tahun 2005-2012.
Rasio
5
Tingkat Resiko Kredit (X5)
Hasil perbandingan antara jumlah Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) dengan total kredit yang diberikan oleh suatu bank.
Prosentase dari PPAP/total kredit dari laporan keuangan tahunan bank tahun 2005-2012.
Rasio
6
Penyaluran Kredit Modal Kerja (Y)
Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Angka kredit modal kerja dari laporan tahunan bank tahun 2005-2012.
Rasio 


3.4         Hipotesis
                        Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan karena itu penulis membuat hipotesis yang pada akhirnya akan menjadi hasil akhir atau kesimpulan dari penulisan ini. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :
     Ho  : Tidak Adanya pengaruh DPK, SBK, NPL, tingkat inflasi, resiko kredit terhadap penyaluran kredit modal kerja secara simultan maupun parsial.
Ha   : Adanya pengaruh DPK, SBK, NPL, tingkat inflasi, resiko kredit terhadap penyaluran kredit modal kerja secara simultan maupun parsial.

3.5         Alat Analisis
                             Dalam penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang nyata maka, digunakan metode analisis statistik inferensial yakni merupakan bidang ilmu statistik yang mempelajari cara-cara penarikan suatu kesimpulan dari suatu populasi tertentu berdasarkan sebagian data (sampel). Untuk itu metode yang digunakan adalah uji asumsi klasik dan regresi linier berganda dengan pengolah data statistik SPSS adalah :

3.5.1        Uji Asumsi Klasik
                        Model analisis regresi berganda dapat dijadikan sebagai alat estimasi jika asumsi model regresi berganda tidak bias dan mempunyai varians minimum yang telah dipenuhi. Model regresi berganda telah memenuhi persyaratan Best Linier Unbiased Estimator (BLUE), yakni tidak terdapat multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas. Untuk mengetahui apakah persyaratan BLUE ini dipenuhi atau tidak, dapat diuji dengan menggunakan uji asumsi klasik.
Untuk itu pengujian harus memenuhi asumsi yaitu :
1.      Uji Normalitas
Untuk mengetahui kenormalan distribusi data maka digunakannya uji normalitas. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, maka metode alternatif yang bisa digunakan adalah statistik non parametrik.Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05.
Dasar pengambilan keputusan pada uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), yaitu:
a.    Jika nilai probabilitas nilai signifikansi > 0,05 berarti data residual berdistribusi normal.
b.    Jika nilai probabilitas nilai signifikansi < 0,05 berarti data residual tidak berdistribusi normal.

2.      Uji Multikolinieritas
      Adanya korelasi yang tinggi antar variabel dinamakan multikolinieritas. Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat digunakan nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut :               
Dimana,
·         Tolerance < 0,10 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; Tolerance > 0,10 mengindikasikan bahwa ada korelasi antar variabel predictor.
·         VIF < 10 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; VIF > 10 mengindikasikan bahwa ada korelasi antar variabel predictor.

3.      Uji Autokorelasi
     Tidak adanya autokolerasi menunjukkan tidak adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang disusun menurut urutan waktu (data time series) atau menurut urutan ruang (data cross sectional) atau korelasi pada dirinya sendiri. Untuk mengatasi masalah autokorelasi, digunakan metode Durbin-Watson Statistic. Prosedur pengujian metode Durbin-Watson adalah aebagai berikut :
a.       Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai uji Durbin-Watson dengan nilai batas atas (dU) dan nilai batas bawah (dL).
Dengan ketentuan sebagai berikut :
·         Jika DW < dL            : Terjadi masalah autokorelasi yang
                                     positif yang perlu perbaikan.
·         Jika dL < DW < dU                : Ada masalah autokorelasi positif tetapi
   lemah, dimana perbaikan akan lebih
   baik.
·         Jika dU < DW < 4-dU : Tidak ada masalah autokorelasi.
·         4-dU < DW < 4-dL     : Masalah autokorelasi lemah, dimana
                                                                               dengan perbaikan akan lebih baik.
·         4-dL < DW               : Masalah autokorelasi serius.

Ket : DW = nilai statistik uji Durbin-Watson hasil perhitungan
         dU   = batas atas tabel durbin-Watson bounds pada suatu n dan k tertentu
dL   = batas bawah tabel Durbin-Watson bounds pada suatu n dan k tertentu.
n      = banyaknya pengamatan
k      = banyaknya variabel bebas dalam model regresi
4.    Uji Heteroskedastisitas
            Heteroskedastisitas merupakan suatu keadaan yang mana kesalahan pengganggu (error) dari setiap variabel bebas semuanya mempunyai variance yang tidak sama. Heteroskedastisitas muncul bila variance dari gangguan tidak konstan untuk seluruh pengamatan atas variabel independen. Cara untuk mendeteksi kehadiran heteroskedastisitas antara lain dengan menggunakan uji Glejser yang mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen dan melihat grafik penyebaran dari residual regresi. Salah satu cara lain yang juga dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan grafik scatter plot.

3.5.2        Uji Statistik Analisis Regresi Linier Berganda
                        Regresi berganda adalah analisis regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas.
Dengan persamaan : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X5 + b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
                        Y     : Perubahan penyaluran kredit modal kerja periode t
                        a      : Koefisien konstanta
                        b1-5  : Koefisien regresi
                        X1     : Perubahan DPK periode t
                        X2    : Perubahan SBK periode t
                        X3    : Perubahan NPL periode t
                        X4    : Perubahan Tingkat Inflasi periode t
                        X5    : Perubahan Resiko Kredit periode t
                        e      : residual

1.      Penentuan Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
     Untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas (independen) bisa menjelaskan variabel terikat (dependen), maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (R2), dalam hal ini digunakan adjusted R2 karena nilai variabel bebas yang diukur terdiri dari nilai rasio absolut dan nilai perbandingan. Nilai R2 terletak antara 0 dan 1 makin besar nilai R2, berarti semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data dari hasil observasi. Jika nilai R2 = 1, pendekatan tersebut terdapat kecocokan sempurna dan jika nilai R2 = 0, tidak ada kecocokan pendekatan. Koefisien ini juga digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi dari jumlah variabel terikat yang diterangkan oleh regresi atau untuk mengukur besarnya sumbangan dari variabel bebas terhadap naik turunnya nilai variabel terikat. 

2.      Uji F
     Uji ini merupakan pengujian terhadap koefisien regresi secara bersama-sama (simultan).
·         Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0, artinya bahwa diduga tidak terdapat pengaruh secara bersama-sama (simultan) dari seluruh variabel bebas (DPK, SBK, NPL, tingkat inflasi, resiko kredit) terhadap variabel terikat (penyaluran kredit modal kerja).
·         Ha : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0, artinya bahwa diduga terdapat pengaruh secara bersama-sama (simultan) dari seluruh variabel bebas (DPK, SBK, NPL, tingkat inflasi, resiko kredit) terhadap variabel terikat (penyaluran kredit modal kerja).
Yakni melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. 

Sedangkan untuk menentukan Ftabel digunakan taraf signifikan sebesar 5% selanjutnya dilihat apabila Fhitung  lebih besar dari Ftabel (Fhitung > Ftabel), maka terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas secara simultan atau bersama terhadap variabel terkait, atau dengan kata lain Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika Fhitung kurang dari Ftabel (Fhitung < Ftabel), maka Ho diterima dan hipotesis Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh nyata secara simultan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.      Uji T (t test)
     Uji ini digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikat, dimana hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
·         Ho  : β1 = 0, artinya diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel bebas Xi terhadap variabel terikat Y.
·         Ha  : βi ≠ 0, artinya diduga terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel bebas Xi terhadap variabel terikat Y.
     Keputusan untuk menolak atau menerima Ho adalah dengan membandingkan antara nilai thitung dengan ttabel dengan taraf sig 5%. Penarikan simpulan pada uji ini didasarkan pada:
-          Jika thitung  >  ttabel, Ho ditolak
-          Jika thitung  <  ttabel, Ha diterima

3.6              Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran

Variabel Independen                                                               Variabel Dependen


DAFTAR PUSTAKA

Dendawijaya, Lukman, 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Cetakan kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hamonangan, Reynaldo dan Hasan Sakti Siregar, 2009. Pengaruh Capital Adequancy Ratio, Debt to Equity Ratio, Non Performing Loan, Operating Ratio dan Loan to Deposit Ratio etrhadap Return On Equity (ROE) Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Akuntansi 13, Universitas Sumatera Utara, Medan. 

Hasanudin, Mohamad dan Prihatiningsih. Analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat suku bunga kredit, Non Performing Loan, dan Tingkat Inflasi terhadap penyaluran kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Jawa Tengah.

Kasmir, 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan kelima, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kasmir, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Keputusan Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP/DIR Tahun 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.

Muamil Sun’an dan David Kaluge, 2007. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Investasi di Indonesia (Pendekatan Error Correction Model, ECM)”. Jurnal Keuangan dan Perbankan XI No.2 Hal 347-361.

PBI No.10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah.

Rahmat Firdaus, 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Bandung :     Alfabeta.

Taswan, 2006. Manajemen Perbankan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN

Undang-undang No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan.