Kamis, 19 Mei 2011

Prospek Ekonomi 2011

 Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6,0% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,0-6,5% pada tahun 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. “Di samping tetap kuatnya permintaan domestik, perbaikan terutama bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global, seperti terlihat dari ekspor yang mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan IV-2009.
Pemulihan ekonomi global sangat jelas terlihat dari berbagai indikator ekonomi baik di negara maju (Amerika Serikat dan Jepang) maupun di kawasan Asia (Cina dan India). Di Amerika Serikat, pemulihan tercermin pada pengeluaran konsumsi masyarakat yang terus menguat dan dibarengi peningkatan respon di sisi produksi. Sementara di Jepang, ditandai oleh pertumbuhan positif pada triwulan terakhir 2009. Di Cina dan India, indikasi pemulihan ekonomi lebih jelas terlihat sebagaimana tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Berbagai perbaikan tersebut memberikan dampak positif bagi negara-negara yang menjadi mitra dagangnya, termasuk Indonesia.

            Pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor non migas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17% dan masih berlanjut pada Januari 2010. Peningkatan ekspor tidak hanya terjadi pada komoditas pertambangan dan pertanian, tetapi juga ekspor komoditas manufaktur mulai mengalami peningkatan. Perkembangan ini mendukung pertumbuhan di sektor industri dan sektor perdagangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Sementara itu, aktivitas impor sedikit meningkat sejalan dengan peningkatan ekspor tersebut, meskipun pada tingkat yang masih rendah. Transaksi berjalan di triwulan I-2010 diperkirakan mencatat surplus yang lebih besar dari perkiraan semula. Sementara itu, keyakinan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia yang semakin membaik tercermin pada surplus transaksi modal dan finansial yang masih cukup tinggi. Dengan berbagai perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2010 surplus NPI diperkirakan lebih baik dari perkiraan semula. “Tinggal 1 notch lagi bagi Indonesia untuk mencapai investment grade, sehingga akan semakin memberikan keyakinan yang lebih besar bagi investor asing untuk meningkatkan investasinya di Indonesia”, jelas Hartadi menanggapi perbaikan sovereign rating Indonesia oleh Fitch menjadi BB+ dari semula BB beberapa waktu yang lalu.

             Disamping kinerja ekspor yang membaik tersebut, kegiatan konsumsi swasta juga menunjukkan perbaikan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan berbagai indikator konsumsi seperti impor barang konsumsi, penjualan mobil dan motor, serta penjualan ritel. Ke depan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap meningkat sejalan dengan pendapatan yang lebih tinggi karena income effect dari perbaikan ekspor dan terjaganya tingkat keyakinan konsumen.
           Di sisi harga, tekanan inflasi diyakini belum akan signifikan setidaknya pada semester I-2010. Perkembangan inflasi dalam 2 bulan pertama 2010 masih tetap terjaga pada tingkat yang rendah. Relatif terkendalinya inflasi juga tercermin pada perkembangan inflasi inti yang turun dari 4,43% (yoy) pada bulan Januari 2010 menjadi 3,88% (yoy) pada bulan Februari 2010. Kenaikan inflasi IHK di awal tahun 2010 terbukti bersifat temporer, terutama karena kenaikan harga beras, dan diperkirakan tidak akan terjadi lagi lonjakan harga dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan telah datangnya musim panen di berbagai daerah. Kemungkinan kenaikan tarif TDL, apabila kemudian tetap diberlakukan, diperkirakan juga tidak akan menimbulkan dampak yang besar terhadap inflasi sepanjang diterapkan terutama pada kelompok pelanggan besar. Secara keseluruhan, inflasi ke depan diyakini akan tetap terjaga pada sasaran yang ditetapkan yakni 5%+1% pada tahun 2010 dan 2011. “Meskipun kegiatan ekonomi domestik meningkat.

              2010 telah kita lalui bersama dengan segala macam peristiwa, saatnya kita melihat bagaimana prospek ekonomi di tahun 2011. Beberapa pengamat memperkirakan optimisme bahwa perekonomian tahun depan akan cerah dan menjanjikan.
              Praktisi, Penulis, dan Pembicara Bidang Manajemen Korporasi, Djayendra menjelaskan bahwa Indikator perekonomian Indonesia di akhir tahun 2010 ini memperlihatkan tanda- tanda positif. Cadangan devisa sudah mencapai angka sekitar 93 miliar dollar AS. Indeks saham BEI sudah mencapai angka di atas 3600. Rupiah cukup kuat bergerak di sekitar Rp 8900 – 9100/USD. Ketiga hal tersebut menguat disebabkan oleh aliran modal asing ke Indonesia yang sangat luar biasa, khususnya ke pasar modal dan pasar uang. Termasuk, naiknya harga-harga komoditas dasar di pasar global membuat perekonomian Indonesia semakin membaik. Di samping itu, gaya pemerintahan sekarang yang sangat pro pasar bebas, sehingga para investor asing merasa sangat nyaman berbisnis di Indonesia. Oleh karena itu, dalam jangka pendek perekonomian Indonesia memiliki prospek yang sangat bagus, dan di tahun 2011 perekonomian Indonesia akan semakin membaik.
           Untuk pembangunan ekonomi domestik, Djayendra melihat distribusi uang dari sektor perbankan ke sektor usaha sudah semakin membaik. Peran bank umum besar dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah. Saat ini mendapatkan modal usaha dari bank untuk usaha kecil menengah mungkin tidak sesulit zaman dulu. Sekarang bank semakin memahami kekuatan usaha kecil menengah dan memiliki motivasi yang sangat luar biasa untuk membantu keuangan usaha kecil menengah. Artinya, perekonomian domestik dengan kekuatan usaha kecil, menengah, dan usaha non formal akan memperkuat fondasi perekonomian domestik Indonesia di sepanjang tahun 2011.
Lebih lanjut Djayendra memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun 2011 akan tumbuh di kisaran 5,8% – 6,2%. Rupiah akan berada di sekitar Rp 8900/9400 per dollar Amerika Serikat. Sangat percaya di tahun 2011 perjalanan perekonomian Indonesia akan terlihat seperti di tahun 2010.

            Sedangkan pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada, Toni Prasetiantono dalam seminar politik dan ekonomi Indonesia 2011 di Jakarta sebagaimana dilansir medanbisnis, mengatakan bahwa potret ekonomi 2011 masih menjanjikan, pertumbuhan ekonomi 6,0 persen masih bisa dicapai.
Sementara itu, Bank Pembangunan Asia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 45 negara berkembang Asia pada 2011 tetap di level 7,3%, dari estimasi tahun ini di 8,6%. Dalam sebuah laporan yang dirilis Selasa (7/12), lembaga Manila menaikkan perkiraan pertumbuhan untuk 45 negara berkembangan di Asia dan Pasific dari perkiraan 8,2% yang dibuat pada September.

            Perekonomian Indonesia harus selalu dikelola secara sangat hati-hati. Sebab, dana-dana investasi yang masuk cukup besar ke pasar modal dan pasar uang tersebut berpotensi sebagai dana-dana spekulasi. Untuk itu, saatnya kita semua tidak terlalu terlena oleh pujian-pujian dari berbagai lembaga internasional terhadap kemajuan ekonomi Indonesia. Kita semua harus selalu optimis dalam melihat masa depan ekonomi, kita juga harus cerdas memahami realitas yang kita miliki saat ini. Di samping itu kita harus jujur atas keterbatasan energi listrik kita untuk mendorong terciptanya investasi di sektor riil. Persoalan infrastruktur sangat perlu di perhatikan. Hal yang paling sederhana adalah persoalan macet di jalan raya. Hampir semua kota-kota bisnis dan industri di Indonesia mengalami hambatan dalam distribusi produk dan jasa secara efektif, efisien, dan produktif. Dan semua ini disebabkan tidak terkelolanya jalan raya secara baik, sehingga macet dimana-mana dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Menurut Djayendra, beberapa hal yang perlu diperhatikan di tahun 2011 adalah
1.    Pemerintah harus lebih fokus untuk pemerataan dan pembangunan ekonomi domestik.
2.    Industri dalam negeri harus lebih dilindungi dan jangan dibiarkan menjadi korban dari industri murah China.
3.    Jangan terlalu terlena dengan angka-angka ekonomi makro, tapi perhatikan sifat dari angka-angka ekonomi makro tersebut.
4.    Manfaatkan momentum positif perekonomian Indonesia di tahun 2011 untuk memperkuat fondasi sektor usaha perkebunan, pertanian, perikanan, dan energi.
5.    Manfaatkan potensi kreatifitas masyarakat Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik.
6.    Alam Indonesia yang luar biasa indah ini seharusnya mulai dikelola secara profesional untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara.

Resiko & Tantangan Ekonomi di 2011
             Komite Ekonomi Nasional dalam buku Prospek Ekonomi Indonesia 2011 menuturkan ada sejumlah tantangan dan risiko yang perlu diantisipasi Indonesia di tahun depan sebagaimana dilansir vivanews.com adalah :
-Tantangan atas kemungkinan terjadinya gelembung nilai aset (asset bubble) dan inflasi, karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing, termasuk jangka pendek.
-Terhentinya arus modal masuk dan bahkan terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar.
-Subsidi energi dan alokasi yang kurang efisisien. Selama ini, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) masih dinikmati orang mampu (berpenghasilan tinggi). Terkait masalah ini, Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapat subsidi ialah orang miskin, orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi.
-Resiko inflasi terutama dipicu komponen makanan, pendidikan, dan ekspektasi inflasi.
-Infrastrukstur dan interkoneksi (transportasi) yang kurang memadai.
-Peningkatan daya saing, perbaikan pendidikan, dan pelatihan serta penambahan pasokan tenaga teknik terdidik yang menjadi penghambat bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi produk (utamanya yang padat karya), menghambat investasi dan mengurangi penciptaan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. Masalah daya saing Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia, Singapura dan Thailand.Daya serap atau belanja pemerintah (pusat dan daerah) yang masih belum optimal.
-Resiko yang berkenaan dengan kondisi politik dan hukum yang terjadi.
-Resiko perubahan iklim, bencana alam, dan krisis keuangan yang datang secara mendadak.
-Tantangan resiko global, seperti pemulihan ekonomi negara maju masih akan lama, sehingga berdampak pada pemulihan ekonomi dan perdagangan dunia.
-Geopolitical-Geoeconomy G2 mengenai persoalan ketidakseimbangan ekonomi dunia, perang kurs dan potensi perang korea yang sangat tergantung pada G2 (China-AS), bukan G20.
Sejumlah pengamat ekonomi menyatakan optimismenya bahwa prospek perekonomian Indonesia pada 2011 cerah dan menjanjikan.
 "Potret ekonomi 2011 masih menjanjikan, pertumbuhan ekonomi 6,0 persen masih bisa dicapai," kata pengamat ekonomi UGM, Toni Prasetiantono dalam seminar politik dan ekonomi Indonesia 2011 di Jakarta, Kamis. Bahkan Toni optimis, pertumbuhan ekonomi 2011 bisa mencapai lebih dari 6,0 persen, tetapi sulit untuk mencapai 6,5 persen.
"Ada kendala internal dan eksternal yang kemungkinan akan muncul pada 2011 seperti masalah perubahan iklim yang menyebabkan masalah dalam penyediaan pangan," katanya.
Toni juga mengingatkan adanya sejumlah PR jangka panjang yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.
Pekerjaan Rumah (PR) jangka panjang itu antara lain masalah penyediaan infrstruktur, penanganan korupsi, pembenahan birokrasi, dan peningkatan daya saing nasional.
"Ancaman ledakan jumlah penduduk juga merupakan ancaman yang harus diwaspadai menyusul tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen," katanya.
Menurut dia, angka itu terlalu tinggi dan idealnya untuk Indonesia sebesar 1,0 hingga 1,2 persen saja. "Dengan pertumbuhan setinggi itu, sepertinya BKKBN sudah tidak ada lagi, lembaga itu sekarang tidak dikenal oleh masyarakat," katanya.

             Senada dengan Toni, Direktur Riset Danareksa, Purbaya Yudi Sadewa juga menyatakan optimismenya bahwa akumulasi pertumbuhan ekonomi tidak akan berhenti di 2010 tetapi berlanjut di 2011.
"Pertumbuhan ekonomi pada 2011 akan lebih cepat, akan lebih baik, suku bunga dan inflasi akan lebih rendah," katanya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 maksimal hanya akan sama dengan tahun 2010.
"Investasi yang diharapkan menjadi tulang punggung pertumbuhan investasi tidak kunjung datang karena dukungan infrastruktur tidak sesuai harapan," katanya.
Ia menyebutkan, pendorong pertumbuhan saat ini hanya sektor konsumsi yang terlihat dari impor yang meningkat pesat sementara perbaikan penyediaan infrastruktur dan kepastian hukum belum memuaskan.
Sofyan menyebutkan, saat ini harga bahan baku industri dalam negeri yang sebagian besar diimpor mengalami kenaikan. "Ini akan menyulitkan industri untuk berkembang," katanya.
perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan kondisi eksternal yang tetap kuat.

              LKM triwulan-IV 2010 Bank Indonesia, Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, menyatakan pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,1%-6,5% tahun 2011 serta 6,1%-6,6% tahun 2012.
Peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi diprakirakan semakin meningkat, didorong berbagai faktor positif seperti potensi pencapaian investment grade serta perbaikan iklim investasi dan birokrasi.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga diprakirakan masih tetap tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya pendapatan dari upah, hasil ekspor, dan dukungan pembiayaan kredit dari perbankan.
Dari sisi eksternal, ekspor diprakirakan tumbuh kuat memenuhi peningkatan permintaan di negara-negara partner dagang.
Berdasarkan lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan terutama didukung oleh sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi.

Prospek Permintaan Agregat 
               Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat pada kisaran 4,8%-5,3% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 4,9%-5,4% pada tahun 2012.
Kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh berbagai faktor positif, terutama berupa peningkatan pendapatan masyarakat.
Pendapatan masyarakat yang meningkat berasal dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan pendapatan aparat negara, dan kenaikan gaji karyawan perusahaan.
Sampai dengan November 2011, sudah terdapat penetapan kenaikan UMP tahun 2011 untuk beberapa provinsi.
              Besaran kenaikan UMP tersebut berbeda-beda, sesuai tingkat inflasi dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) provinsi-provinsi tersebut.
Secara umum, besaran kenaikan UMP 2011 lebih tinggi dibanding  kenaikan UMP 2010.
Selain UMP, peningkatan konsumsi rumah tangga berasal dari perbaikan pendapatan aparat negara yang terdiri dari PNS, TNI, Polri, serta pensiunan.
Dalam anggaran belanja negara di APBN 2011, Pemerintah menetapkan kenaikan gaji pokok aparat negara dan pensiunan pada tahun 2011 sebesar 10%, lebih tinggi dibanding kenaikan pada tahun 2010 sebesar 5%.
Selain itu, gaji ke-13 tetap akan dibagikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dimaksudkan untuk tetap mempertahankan daya beli rumah tangga aparat negara.
Dukungan terhadap konsumsi rumah tangga juga berasal dari pendapatan penjualan hasil ekspor.
Berdasarkan perkembangan beberapa tahun terakhir, kinerja ekspor memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap perilaku konsumsi rumah tangga.

           Kinerja ekspor berprospek tumbuh cukup tinggi tahun 2011 dan 2012 akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan berkontribusi pada kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Faktor lain yang memberi kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga adalah pembiayaan dari perbankan, terutama dalam bentuk kredit konsumsi.
Konsumsi Pemerintah riil pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh mencapai 10,3%-10,8%, dan pada tahun 2012 tumbuh 1,5%-2,0%.
Konsumsi Pemerintah pada tahun 2011 yang cukup tinggi terutama diprakirakan berasal dari belanja pemerintah pusat, yaitu untuk kementrian/lembaga (K/L).
Hal tersebut sejalan dengan program Pemerintah untuk melakukan perbaikan penyerapan anggaran K/L seiring dengan dimulainya pelaksanaan revisi Keppres terkait pengadaan barang dan jasa serta revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait anggaran dan pembayaran kepada pihak ketiga.
Sumber konsumsi Pemerintah diprakirakan juga berasal dari komponen belanja pegawai untuk perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan.

              Selanjutnya untuk tahun 2012, konsumsi Pemerintah diprakirakan melambat seiring dengan defisit fiskal yang lebih rendah karena upaya Pemerintah untuk menetapkan kebijakan fiskal yang prudent.
Kondisi fiskal yang prudent diharapkan mampu meningkatkan stabilitas makroekonomi secara umum, yang akan berdampak positif bagi iklim investasi ke depan.
Kondisi perekonomian yang positif menjadi faktor utama yang akan mengundang investasi sehingga investasi diprakirakan tumbuh 10,4%-10,9% tahun 2011 dan meningkat menjadi 12,1%-12,6% tahun 2012.
Prospek investasi yang cerah tersebut didorong berbagai faktor, antara lain stabilitas makroekonomi yang diprakirakan tetap terjaga, potensi kenaikan rating Indonesia mencapai investment grade tahun 2011, iklim investasi yang membaik, perbaikan birokrasi pemerintahan, serta potensi pasar di Indonesia karena besarnya jumlah populasi dibanding dengan kawasan regional lain di Asia Tenggara.
Prospek investasi tersebut tercermin pada prakiraan Consensus Forecasts bulan November 2010, yang menyebutkan investasi langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia tahun 2010 dapat mencapai 9,3 miliar dolar AS, atau sekitar 1,2% dari PDB.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding estimasi aliran FDI pada tahun 2010 sebesar 9,0 miliar dolar AS.
Dibanding dengan kawasan regional lainnya di Asia, Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan utama aliran FDI setelah China, India, dan Singapura.
Perbaikan iklim investasi di Indonesia juga disertai dengan perbaikan untuk melakukan usaha/bisnis di Indonesia.

              Hasil survey World Bank dan International Finance Corporation (IFC) dalam publikasinya Doing Business 2011 menunjukkan indikator kemudahan berbisnis di Indonesia mencatat peningkatan untuk beberapa hal memulai bisnis, ijin pembangunan, pendaftaran properti, serta ekspor.
Namun secara relatif, jika dibanding dengan 183 negara yang disurvey dalam Doing Business 2011, Indonesia mengalami penurunan ranking untuk tahun 2011 menjadi 121, dari 115 pada tahun sebelumnya.
Penurunan ranking tersebut terjadi karena reformasi kemudahan berbisnis di negara lain tercatat lebih baik dibanding reformasi di Indonesia.
Ke depan, Indonesia perlu melanjutkan berbagai perbaikan untuk mendorong kemudahan berbisnis sehingga dapat mengundang aliran investasi yang lebih tinggi.
Seiring dengan volume perdagangan dunia yang diprakirakan tumbuh tinggi, ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh sekitar 7,1%-7,6% tahun 2011 dan 7,9%-8,4% tahun 2012.
Komoditas ekspor Indonesia secara historis sangat terkait erat dengan aktivitas perdagangan dunia.
Pada tahun 2011-2012, pertumbuhan ekonomi dunia yang diprakirakan berkisar 4% akan disertai dengan kegiatan perdagangan yang tumbuh sekitar 7%.
Di tengah kondisi perdagangan dunia yang tumbuh kuat tersebut, kinerja ekspor Indonesia diprakirakan dapat merespons dengan positif.

              Berdasarkan negara tujuan, ekspor Indonesia ke negara berkembang cenderung meningkat, misalnya pangsa ekspor nonmigas ke China tahun 2010 tercatat sekitar 10%, lebih tinggi dibanding pangsa tahun 2005 sekitar 6%.
Sebaliknya, pangsa ekspor nonmigas ke Amerika Serikat tahun 2010 sekitar 11%, menurun dibanding dengan pangsa tahun 2005 sekitar 14%.
Kecenderungan ini diprakirakan terus berlangsung pada tahun-tahun mendatang, dan menjadi faktor pendorong kuatnya potensi pertumbuhan ekspor.
Hal itu terlihat dari volume perdagangan dunia di negara-negara berkembang yang pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh sekitar 9,5%, lebih tinggi dibanding dengan volume perdagangan dunia di negara-negara maju sekitar 5,6%.
Selain faktor permintaan, kinerja ekspor Indonesia juga akan tumbuh kuat dengan dorongan dari tren kenaikan harga komoditas.

             Harga komoditas tahun 2011 dan 2012 yang diprakirakan tumbuh positif akan memberi insentif bagi eksportir, terutama untuk melakukan ekspor komoditas berbasis sumber daya alam.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah ekspor komoditas berbasis sumber daya alam/SDA (komoditas pertanian, pertambangan, dan kelapa sawit) menunjukkan tren peningkatan.
Kuatnya permintaan domestik dan tingginya pertumbuhan ekspor akan mendorong impor barang dan jasa untuk tumbuh sekitar 9%-10% tahun 2011-2012.
Peningkatan kinerja ekspor akan mendorong permintaan terhadap barang input untuk produksi lebih lanjut.
Barang input tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Barang produksi dari luar negeri dipenuhi dalam bentuk impor.
Dengan demikian, kinerja ekspor yang tumbuh kuat akan menyebabkan pertumbuhan impor pada tren yang sama.

            Selain itu, kuatnya ekspor akan menghasilkan income effect bagi masyarakat rumah tangga.
Dalam kondisi demikian, rumah tangga di Indonesia akan cenderung melakukan konsumsi barang tahan lama yang antara lain juga dipenuhi dalam bentuk impor barang konsumsi, hal ini menjadi faktor berikutnya bagi potensi peningkatan impor pada tahun 2011-2012.
Hal yang sama terjadi pada impor barang modal, seiring dengan prospek investasi yang diprakirakan terus mengalami akselerasi.
Investasi yang dilakukan untuk menambah kapasitas produksi akan mendorong impor mesin-mesin.
Sementara itu, investasi dalam bentuk pembangunan infrastruktur akan menyebabkan impor alat berat dan alat angkut mengalami peningkatan.
Secara umum, potensi peningkatan impor dapat terjadi seiring dengan perbaikan proses ekonomi yang terus berlangsung.

Prospek Penawaran Agregat 
            Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai lebih dari 60% pada tahun 2010-2012.
Sektor PHR serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan dua sektor yang diprakirakan tumbuh relatif tinggi pada periode 2010-2012, seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan membaiknya kondisi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2012 diprakirakan masih akan tetap didominasi oleh nontraded sector.

             Sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh 4,0%-4,5% pada tahun 2011, dan meningkat mencapai 4,1%-4,6% pada tahun 2012.
Sektor industri pengolahan telah menunjukkan geliat aktivitas yang lebih tinggi sejak triwulan IV 2009, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi baik domestik maupun eksternal.
Optimisme membaiknya kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari industrial production index (IPI) yang menunjukkan tren meningkat.
Selain itu, impor bahan baku yang cenderung meningkat akhir-akhir ini  mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan di sektor industri pengolahan, terutama industri yang memiliki kandungan impor dalam struktur inputnya.
Pengadaan impor bahan baku semakin murah, seiring dengan tren penguatan rupiah yang masih berlanjut.
Sementara itu pemulihan kondisi ekonomi domestik dan global yang terus berlangsung memberikan optimisme akan meningkatnya permintaan baik dari dalam negeri, maupun luar negeri.
Menguatnya permintaan tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan konsumsi masyarakat yang masih tumbuh cukup tinggi, kondisi ini sangat kondusif bagi berkembangnya sektor industri pengolahan.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diprakirakan memiliki kinerja yang prospektif dan tumbuh tinggi sekitar 9,2%-9,7% tahun 2011-2012.

           Perkembangan kinerja sektor PHR sangat dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat dan perkembangan daya beli masyarakat.
Hasil survey konsumen BI menunjukkan ekspektasi penghasilan masyarakat berada pada level optimis dengan indeks di atas 100.
Kondisi tersebut mengindikasikan kuatnya daya beli masyarakat di masa yang akan datang.
Indikator lain yaitu indeks perdagangan eceran telah bertengger di atas level 100 dengan tren meningkat mencerminkan optimisme dalam kegiatan perdagangan dan perkembangan prospek ekonomi Indonesia ke depan.

             Berbagai perkembangan tersebut memberikan indikasi akan meningkatnya kegiatan di sektor PHR.
Faktor lain yang mendukung perkembangan sektor PHR yaitu kenyataan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial.
Besarnya potensi pasar Indonesia, selain didukung oleh kuatnya konsumsi masyarakat, juga didukung oleh besarnya pasar, baik dari sisi luas area maupun dari sisi jumlah penduduk.
Sementara itu, rencana pembangunan hotel di beberapa daerah di tanah air mulai tahun 2011 menunjukkan prospek ke depan yang positif pada subsektor ini.
Selain itu, rencana penambahan armada beberapa maskapai penerbangan dan pembukaan rute penerbangan baru baik domestik maupun luar negeri memperkuat ekspektasi cerahnya prospek ke depan subsektor hotel dan restoran Indonesia.

            Jumlah wisatawan mancanegara diprakirakan semakin meningkat, yang didukung oleh stabilnya kondisi politik dan keamanan di Indonesia.
Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan masih akan tumbuh cukup tinggi di kisaran 12,1%-12,6% tahun 2011 dan 10,8%-11,3% tahun 2012.
Subsektor komunikasi diprakirakan tetap menjadi motor pertumbuhan utama sektor pengangkutan dan komunikasi.
Investasi dan pembaruan teknologi yang terus menerus dilakukan dari tahun ke tahun dalam rangka perbaikan layanan kepada masyarakat serta masih luasnya pasar yang belum tersentuh memungkinkan subsektor ini mampu tumbuh cukup tingi.
Saat ini perkembangan internet, terutama di kota-kota besar kian marak, terutama terkait dengan pemanfaatan layanan data, kondisi ini diprakirakan masih akan berlanjut untuk beberapa tahun ke depan.
Kondisi ekonomi domestik yang terus membaik serta aktivitas berbagai sektor ekonomi yang semakin menggeliat menjadi pendukung meningkatnya kinerja subsektor pengangkutan.
Kondisi ekonomi yang membaik, aktivitas berbagai sektor ekonomi yang meningkat, serta daya beli masyarakat yang cukup kuat merupakan faktor-faktor yang akan mendorong kegiatan terkait dengan distribusi barang dan perjalanan masyarakat bertumbuh.
Meningkatnya angkutan kargo dan penumpang angkutan udara menjadi indikator optimisme subsektor pengangkutan ini.

            Kegiatan perdagangan yang meningkat akan mendorong kegiatan bongkar muat barang.
Sementara itu meningkatnya aktivitas ekonomi akan meningkatkan aktivitas perjalanan dunia usaha.
Kondisi ini telah direspons oleh pelaku usaha di bidang penerbangan melalui penambahan armada angkut dan pembukaan rute baru.
Sektor pertanian diprakirakan tumbuh 2,7%-3,2% tahun 2011 dan meningkat menjadi 3,1%-3,6% tahun 2012.
Perkembangan sektor pertanian masih akan diwarnai fenomena anomali cuaca yang diprakirakan dapat memengaruhi produksi dan produktivitas sektor pertanian.
Tingginya curah hujan di sepanjang tahun 2010 di berbagai sentra bahan pangan menyebabkan rendahnya produksi bahan pangan.
Pertumbuhan produksi tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai juga menunjukkan perlambatan cukup signifikan, hal itu tercermin dari Angka Ramalan III 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Selain dari tanaman bahan pangan, melambatnya sektor pertanian juga disumbang oleh melambatnya pertumbuhan subsektor perkebunan.
Perlambatan produksi perkebunan antara lain terjadi pada perkebunan karet dan kakao yang disebabkan oleh tingginya curah hujan.

             Sejauh ini berbagai upaya yang direncanakan Pemerintah dalam menghadapi anomali cuaca masih menghadapi kendala.
Penyediaan infrastruktur pertanian seperti perbaikan irigasi dan pembangunan bendungan belum seluruhnya terlaksana.
Demikian pula terkait penyediaan bibit unggul berbagai jenis tanaman yang tahan terhadap hama dan cuaca.
Terkait dengan upaya menjaga ketahanan pangan nasional, Pemerintah akan mendorong pengembangan bahan pangan nasional yang lebih terarah pada tahun 2011.
Dalam RAPBN 2011, Pemerintah mengalokasikan Rp122 triliun untuk pembangunan proyek infrastruktur.
Proyek pembangunan infrastruktur untuk tahun 2011 antara lain diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

            Pemerintah berencana untuk memperbaiki layanan irigasi dan rawa seluas 3,45jt Ha melalui peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi masing-masing 56rb Ha dan 161rb Ha.
Dengan proyek infrastruktur pemerintah tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan nasional.
Upaya lain dari pemerintah untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu mengupayakan penyediaan 1 juta hektar lahan olahan baru untuk mendorong peningkatan hasil bahan pangan di luar Jawa dan Sumatera.

              Pengembangan perkebunan ke depan juga akan lebih terfokus, terutama pada komoditas-komoditas yang berpotensi meningkatkan kinerja sektor pertanian.
Fokus pembangunan perkebunan 2011 mencakup beberapa kegiatan revitalisasi perkebunan seperti peningkatan produktivitas, perluasan lahan, peremajaan dan rehabilitasi.
Untuk program revitalisasi terutama ditujukan untuk tanaman sawit, karet dan kakao.
Terkait rencana pemerintah melakukan substitusi 3% bahan bakar fosil pada tahun 2014, pemerintah merencanakan akan mengembangkan bahan tanaman bio-energi yaitu kelapa sawit, kelapa, jarak pagar dan kemiri sunan; tanaman kakao.
Selain itu pemerintah juga akan mendorong perkembangan tanaman tebu dalam rangka persiapan swasembada gula tahun 2014.

             Sementara itu, untuk mempertahankan pangsa pasar internasional serta penetrasi pasar baru produk-produk perkebunan Indonesia, pemerintah akan mendorong pengembangan kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kelapa, jambu mete, lada, tembakau, teh dan nilam.
Realisasi pembangunan berbagai proyek infrastruktur diprakirakan meningkat sehingga sektor bangunan berpotensi tumbuh 7,5%-8,0% tahun 2011 serta 7,8%-8,3% tahun 2012.
Selain proyek yang memang dijadwalkan akan dibangun tahun 2011, berbagai proyek yang tertunda pembangunannya pada tahun 2010, akan dilaksanakan di tahun 2011.
Dalam APBN 2011 Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur sebesar Rp122 triliun.
Namun demikian dana sebesar itu diprakirakan tidak cukup untuk membiayai semua proyek yang akan dilaksanakan tahun 2011.

              Untuk itu Pemerintah membuka secara luas peluang partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur.
Selain proyek-proyek infrastruktur, meningkatnya kegiatan di sektor bangunan juga didukung oleh pembangunan properti.
Dengan kemampuan daya beli masyarakat yang masih kuat, bisnis properti ikut terdorong.
Maraknya pembangunan proyek infrastruktur dan proyek properti direspons oleh produsen semen dengan meningkatkan target pertumbuhan penjualan tahun 2011 sebesar 10% dibanding tahun 2010.
Pertumbuhan penjualan semen sebesar 10% tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan konsumsi semen selama ini yang berkisar 5%-7% per tahun.(mydk)

Sumber :
http://kominfonewscenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=983:prospek-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2011-2012&catid=36:nasional-khusus&Itemid=54

Rabu, 11 Mei 2011

Inflasi ASEAN 2002-2009

Pengertian Inflasi
Secara sederhana pengertian inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara langsung. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan International Best Practice antara lain:
  1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
  2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Penyebab inflasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Konsumsi masyarakat yang meningkat.
2.      Berlebihannya likuiditas dipasar yang memicu konsumsi atau spekulasi.
3.      Akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1.      Inflasi ringan, yaitu : kenaikan harga berada pada angka dibawah 10% pertahun.
2.      Inflasi sedang, yaitu : kenaikan harga berada pada 10% - 30% pertahun.
3.      Inflasi berat, yaitu : kenaikan harga sudah berkisar antara 30% - 100% pertahun.
4.      Hiperinflasi, yaitu : inflasi yang tidak terkendali apabila kenaikan harga berada di atas 100% pertahun.
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut diantaranya :
1.      Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI)
2.      Indeks Harga Produsen (IHP)
3.      Indeks Biaya Hidup atau Cost-of-living Indeks (COLI)
4.      Indeks Harga Komoditas
5.      Indeks Harga barang-barang modal
6.      Deflator PDB

Table Inflation Rates, Year-on-year End of Period
No
Country

Year-on-year end of the period
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1
Brunei Darussalam
-0.3
2.0
1.7
0.7
-0.7
1.3
2.6
1.9
2
Cambodia
3.7
0.5
5.6
6.7
2.8
10.8
12.5
5.3
3
Indonesia
10.0
5.2
6.4
17.1
6.6
6.6
11.9
2.8
4
Laos
15.2
15.2
6.2
8.8
-3.7
5.5
8.5
-
5
Malaysia
1.7
1.2
2.1
3.5
3.1
2.4
4.4
1.1
6
Myanmar
-
-
-
-
-
-
-
-
7
Philippina
2.5
3.9
8.6
6.7
4.3
3.9
8.0
4.4
8
Singapore
0.4
0.7
1.3
1.3
0.8
4.4
4.9
-0.6
9
Thailand
1.7
1.9
3.0
5.8
3.5
3.2
0.4
3.5
10
Vietnam
4.1
2.9
9.7
8.9
6.6
12.6
19.9
6.9

Tabel diatas adalah tabel inflasi di negara-negara ASEAN dari tahun 2002 – 2009.
Bisa kita lihat bahwa pada tahun 2002 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Laos sebesar 15,2 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar -0,3.
Pada tahun 2003 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Laos sebesar 15,2 dan yang terendah pada negara Cambodia sebesar 0,5.
Pada tahun 2004 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Vietnam sebesar 9,7 dan yang terendah pada negara Singapore sebesar 1,3.
Pada tahun 2005 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Indonesia sebesar 17,1 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar 0,7.
Tabel diatas adalah tabel inflasi di negara-negara ASEAN dari tahun 2002 – 2009.
Bisa kita lihat bahwa pada tahun 2002 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Laos sebesar 15,2 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar -0,3.
Pada tahun 2003 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Laos sebesar 15,2 dan yang terendah pada negara Cambodia sebesar 0,5.
Pada tahun 2004 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Vietnam sebesar 9,7 dan yang terendah pada negara Thailand sebesar 0,4.
Pada tahun 2005 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Indonesia sebesar 17,1 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar 0,7.
Pada tahun 2006 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Indonesia sebesar 6,6 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar 0,7.
Pada tahun 2007 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Vietnam sebesar 12,6 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar 1,3.
Pada tahun 2008 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Vietnam sebesar 19,9 dan yang terendah pada negara Brunei Darussalam sebesar 0,7.
Pada tahun 2009 yang mengalami inflasi paling tinggi adalah dinegara Vietnam sebesar 6,9 dan yang terendah pada negara Singapore sebesar -0,6.

Pengaruh Inflasi terhadap Perekonomian
Inflasi dapat mengakibatkan perekonomian tidak berkembang. Sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi berdampak sebagai berikut :
·         Mendorong penanaman modal spekulatif
Inflasi mengakibatkan para pemilik modal cenderung melakukan spekulatif. Hal ini dilakukan dengan carai membeli rumah, tanah dan emas. Cara ini dirasa oleh mereka lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
·         Menyebabkan tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
Untuk menghindari kemerosotan nilai uang atau modal yang mereka pinjamkan, lembaga keuangan akan menaikkan tingkat suku bunga pinjaman. Apabila tingkat inflasi tingg, maka tingkat suku bunga juga akan tinggi. Tingginya suku bunga akan mengurangi kegairahan penanaman modal untuk mengembangkan usaha-usaha produktif.
·         Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan.
Apabila gagal mengendalikan inflasi, akan berdampak terhadap ketidakpastian ekonomi. Selanjutnya arah perkembangan ekonomi sulit untuk diramal. Keadaan semacam ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
·         Menimbulkan masalah neraca pembayaran.
Inflasi akan menyebabkan harga barabg-barang impor lebih murah daripada harga barang yang dihasilkan di dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan impor berkembang lebih cepat daripada ekspor. Selain itu, arus modal ke luar ngeri akan lebih banyak disbanding yang masuk kedalam negeri. Keadaan ini akan menagibatkan terjadinya deficit neraca pembayaran dan kemerosotan nilai mata uang dalam negeri.

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/1999553-pengaruh-inflasi-terhadap-perekonomian/#ixzz1M6NYMQiN